HUKAMANEWS - Di balik gemerlap janji-janji politik yang kerap dilontarkan oleh para elit, terdapat agenda-agenda terselubung yang hanya menguntungkan segelintir orang. Kebenaran dan kejujuran, yang seharusnya menjadi pilar utama dalam pemerintahan, sering kali dikorbankan demi ambisi kekuasaan. Para politisi yang korup tidak jarang menjadi pengkhianat bangsa, menjual kepentingan rakyat demi keuntungan pribadi dan golongan.
Itulah yang disoroti oleh Dr. Pieter C. Zulkifli, SH., MH., pengamat hukum dan politik, dalam analisis politiknya yang tajam berjudul "Jerat Politik Kekuasaan: Oligarki, Korupsi, dan Mimpi Keadilan yang Sirna”. Tulisan ini mengungkap kenyataan pahit jejak kelam politik kekuasaan yang selalu menjadikan rakyat sebagai tumbal.
***
INDONESIA, negeri kita tercinta, adalah gambaran nyata dari bangsa yang tengah berjuang keluar dari belenggu kegelapan. Sejarah mencatat bagaimana bangsa ini pernah dijajah dan menderita, namun luka akibat penjajahan itu seakan tak kunjung sembuh. Pasca kemerdekaan, kekuasaan politik yang kotor terus merajalela, menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa.
Retorika indah tentang "Indonesia Maju" dan "Indonesia Emas" hanyalah selimut tebal yang menutupi kenyataan pahit. Rakyat semakin lelah, harapan semakin menipis. Kepercayaan terhadap institusi negara dan para pemimpin pun semakin pudar. Bahkan, tokoh agama, budayawan, dan pemimpin opini publik yang seharusnya menjadi pilar kebenaran, justru terjebak dalam pusaran kekuasaan.
Politik Kotor, Keadilan Semakin Jauh dari Jangkauan
Dalam sejarah panjang bangsa ini, kita menyaksikan bukan hanya bagaimana penjajahan oleh bangsa asing meninggalkan luka mendalam, tetapi juga bagaimana kekuasaan politik yang kotor terus mencengkram kesejahteraan rakyat. Para politisi busuk dan pengkhianat bangsa secara sistematis mengabaikan kebenaran dan kejujuran, membawa rakyat ke dalam jurang kemiskinan dan kebodohan yang semakin dalam.
Bukan rahasia lagi bahwa para penguasa dan elit politik lebih sering memperjuangkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, ketimbang memperhatikan masa depan rakyat. Reformasi dan perubahan yang diharapkan dari amandemen UUD 1945 ternyata tidak lebih dari sekadar alat politik untuk memperkuat cengkeraman kekuasaan.
Sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi keadilan, justru menjadi alat para penguasa untuk melindungi diri bersama kroninya. Hukum yang bisa dibeli hanya akan menciptakan penjahat-penjahat baru yang berlindung di balik atribut kehormatan, menjauhkan keadilan dari rakyat.
Kita hidup di negara di mana pernyataan-pernyataan indah sering kali digunakan untuk membius masyarakat. Padahal kenyataannya, bahkan seorang Presiden pun tidak mampu membereskan kekacauan yang terjadi dalam kabinet atau kementeriannya sendiri. Retorika "Indonesia Maju" dan "Indonesia Emas" hanyalah topeng untuk menutupi ketidakberdayaan melawan kekuatan oligarki dan elit yang rakus.
Saatnya Rakyat Bangkit Melawan Ketidakadilan