Putusan MK: ‘Game Changer’ Pilkada 2024, Mendobrak Monopoli Kekuasaan

photo author
- Rabu, 21 Agustus 2024 | 15:03 WIB
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

 

HUKAMANEWS – Dinamika politik Indonesia mengalami perubahan signifikan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Selasa, 20 Agustus 2024. Keputusan ini tidak hanya menjadi pembicaraan publik, tetapi juga dianggap sebagai "game changer" yang akan mempengaruhi strategi politik dalam Pilkada serentak mendatang.

Pengamat hukum dan politik *Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH.*, mengkritisi fenomena tersebut dalam analisis politiknya berikut ini.

*** 

DINAMIKA politik Indonesia bergerak cepat. Hanya sehari setelah deklarasi dukungan Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan PKS – yang kemudian disebut KIM Plus – kepada Ridwan Kamil dan Suswono, Mahkamah Konstitusi (MK) menghentak publik dengan putusan terbarunya terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada). 

Dalam keputusan yang diumumkan pada Selasa (20/8/2024), MK memutuskan beberapa perubahan krusial yang diprediksi akan menjadi "game changer" dalam kontestasi politik Pilkada mendatang. 

Baca Juga: Bahlil Lahadalia Terpilih Jadi Ketum Golkar 2024-2029, Langkah Strategis atau Sekadar Formalitas?

Salah satu poin penting dalam putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 adalah penegasan mengenai usia minimal calon kepala daerah. Usia calon gubernur dan wakil gubernur harus minimal 30 tahun, sementara calon bupati/wali kota dan wakilnya harus minimal 25 tahun, dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini berpotensi membatalkan hasil pemilihan jika tidak sesuai dengan ketentuan, ketika dipersoalkan di MK. 

Tidak hanya itu, MK juga membatalkan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah. Sebelumnya, pencalonan harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai dengan minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara sah hasil pemilu. Kini, MK menyamakan ambang batas pencalonan dari jalur partai politik dengan jalur perseorangan, yaitu memperoleh 6,5% hingga 10% suara dari jumlah daftar pemilih tetap. 

Dengan adanya putusan MK ini, delapan partai politik besar, termasuk PDI-P, Gerindra, dan Golkar, kini dapat mengusung calon kepala daerah secara mandiri di Pilkada Jakarta. Hal ini memaksa partai-partai politik untuk meninjau kembali strategi mereka, termasuk koalisi dan pencalonan yang sudah direncanakan.

 Baca Juga: Apple Podcasts Meluncur di Web, Akses Lebih Mudah untuk Penggemar Siniar

Tak salah bila kemudian banyak kalangan menilai bahwa Putusan MK terkait pilkada ini menjadi ‘game changer’ pilkada ke depan. Keputusan ini diyakini akan mengubah peta pilkada serentak di republik ini secara umum. 

Memang preposisi ini masih perlu kita dalami, apakah ada dampak dari skenario baru yang terkesan melawan grand design kekuasaan dalam kontestasi politik pilkada serentak di tanah air. Namun secara umum keputusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait ambang batas pencalonan kepala daerah akan menyebabkan perubahan besar terhadap cara berpolitik dan strategi peta politik monopoli kekuasaan.

Angin Segar bagi Demokrasi Nasional 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X