Penegakan hukum dikerdilkan menjadi alat politik untuk melanggengkan kekuasaan. Padahal, yang semestinya dijunjung adalah prinsip politiae legius non leges politii adoptandae—politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya.
Baca Juga: Diary Milik Aulia Risma Lestari Jadi Kunci Bongkar Praktek Bullying di PPDS Anestesi Undip
Kehidupan Politik Koruptif
Politik sandera yang dijalankan oleh para penguasa didorong oleh budaya korupsi yang merajalela di kalangan elite partai politik. Secara struktural, kehidupan politik di Indonesia sangat rentan terhadap praktik korupsi. Ini menjadi bumerang bagi partai politik itu sendiri dan menciptakan ketakutan di kalangan elite politik untuk melawan penguasa.
Menurut catatan Transparansi Internasional, korupsi di Indonesia paling banyak terjadi di sektor politik. Hal ini menjelaskan mengapa Jokowi, yang dikenal lurus dan bersih dari prilaku korup, begitu percaya diri dalam menghadapi partai-partai politik.
Struktur politik yang korup membuat banyak elite partai politik terjebak dalam politik sandera. Sementara, korupsi di sektor penegakan hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan, menjadikan mereka menjadi alat yang mudah digunakan untuk menekan lawan politik.
Baca Juga: Gempa Megathrust di Indonesia: Mengapa Pembahasan Ini Penting untuk Mitigasi, Bukan Peringatan Dini
Persekutuan Elite
Pernyataan almarhum Prof. Dr. JE Sahetapy yang menyebutkan bahwa sesungguhnya politik tidaklah kotor, yang kotor adalah manusia manusia yang tidak bermoral, sangat relevan dalam konteks saat ini.
Para elite politik negeri kita telah lama terjebak dalam pragmatisme. Pragmatisme ini tercermin dalam komitmen antikorupsi yang lemah dan persekongkolan di antara para elite hukum dan politik.
Para elite ini tidak peduli dengan penegakan hukum, terutama jika hukum yang ditegakkan akan mengancam kepentingan mereka. Prinsip demokrasi yang seharusnya memberikan ruang bagi pilihan politik publik dalam pemilu, hanya digunakan sebagai alat legitimasi untuk mencapai kekuasaan. Setelah meraih kekuasaan, mereka akan berupaya membangun struktur yang memungkinkan persekutuan politik-ekonomi antara elite kaya dan berpengaruh untuk terus berlangsung.
Contoh nyata dari politik sandera ini adalah bagaimana produk-produk hukum seringkali dimanipulasi oleh para elite yang hanya mementingkan kekuasaan. Kasus-kasus hukum yang seharusnya diselesaikan, justru diakumulasi sebagai alat tawar-menawar di antara para elite sebagai bagian dari investasi karier politik mereka.
Negara ini membutuhkan upaya penyelamatan revolusioner dari pemimpin-pemimpinnya, termasuk para elite hukum dan Presiden. Diperlukan sikap moral yang tegas dari pemimpin untuk membela penegakan hukum dan antikorupsi, agar negeri ini tidak terus dibajak oleh para elite korup dan busuk.