Hemat penulis, apa yang dikemukakan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD melalui tim kuasa hukumnya di sidang sengketa Pilpres 2024 di MK benar-benar sudah keterlaluan. Apa yang mereka kemukaan itu bukan hanya sekedar dagelan atau lawakan, tetapi sudah menjadi penghinaan. Penghinaan terhadap seluruh rakyat Indonesia atau setidaknya penghinaan terhadap 96 juta lebih pemilih yang telah sukarela memberikan suara mereka untuk Prabowo Gibran sehingga dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2024 oleh KPU.
Setidaknya ada tiga hal yang membuat gugatan Ganjar di luar nalar dan logika kewajaran serta membodohi masyarakat Indonesia.
Pertama, harusnya jika mereka tidak mengingkan Prabowo Gibran mengikuti Pilpres 2024, hal itu dikemukakan sejak awal pendaftaran ke seluruh pasangan capres cawares di KPU. Dan kalau pun Prabowo-Gibran tetap diputuskan sebagai peserta pilpres, Ganjar Mahfud mestinya mengundurkan diri dan tidak ikut kontestasi.
Kedua, pada saat rekapitulasi suara di KPU yang juga dihadiri para saksi dan perwakilan saksi dari kubu 03 serta tim kampanye mereka, tak ada satu suara pun dari pihak mereka yang menyatakan bahwa Prabowo Gibran mendapat suara nol. Saat itu, mereka tidak memberikan hasil rekapitulasi internal mereka.
Ketiga, berdasarkan logika dan akal sehat, sangat mustahil jika Prabowo Gibran tidak memperoleh suara satu pun di seluruh Indonesia dan luar negeri. Apalagi tingkat partisipasi masyarakat dalam pilpres 2024 tercatat paling tinggi dalam sejarah pemilu di Indonesia dengan jumlah pemilih terbesar di dunia.
Boleh saja mereka menyampaikan semua dalil tersebut, terpenting mereka bisa membuktikan tuduhan-tuduhannya yang pastinya akan dicounter balik oleh tim hukum pembela Prabowo Gibran. Karena, Tim Pembela Prabowo Gibran yang diketuai oleh Prof Yusril Ihza Mahendra sudah memiliki bukti-bukti yang bisa menyudutkan mereka.
Ada satu lagi pernyataan Todung Mulya Lubis yang cukup menusuk telinga saat membacakan gugatannya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi: “Hanya butuh satu orang yang bersyahwat terhadap kekuasaan untuk merusak demokrasi di negeri ini. Cukup satu orang dengan janji manis, dengan dukungan APBN untuk meninabobokkan jutaan rakyat Indonesia untuk tidak memperjuangkan haknya atas demokrasi.”
Pertanyaannya, siapa sesungguhnya yang sangat bersyahwat ingin berkuasa dna siapa yang telah merusak tatanan demokrasi?
Dengan berbagai narasi menghasut dan mengadu domba yang berseliweran di lini masa sosial media, apakah Gajar Mahfud dan Anies Muhaimin tidak sempat memikirkan masa depan rakyat dan bangsa Indonesia ke depan sehingga mereka lebih suka membuat kegaduhan terus menerus dan seakan ingin melihat bangsa ini porak-poranda.
Baca Juga: 5 Tips Mudah Mengenali Kurma Israel Beredar di Indonesia yang Diharamkan MUI
Mereka merasa seperti center of universe yang membuat produk kehidupan ini seakan berpusat di diri mereka. Padahal, mereka telah menunjukkan sikap yang tidak elok dengan merendahkan rakyat demi ambisi berkuasa.
Menyitir kalimat bijak dari filsuf kondang Albert Einstein: "Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda."