Memang, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Namun, pekerjaan rumah masih sangat banyak. Akses terhadap pendidikan yang bermutu dan layanan kesehatan yang adil belum merata. Negara yang kuat harus berpijak pada sistem pendidikan dan kesehatan yang kokoh, serta dilandasi penegakan hukum yang tegas dan komitmen tanpa kompromi terhadap pemberantasan korupsi.
Membangun Citra Global Lewat Pendidikan
Tiongkok tidak hanya menaklukkan dunia lewat produk murah dan infrastruktur megah. Mereka membangun pengaruh melalui sektor pendidikan. Setiap tahun, ratusan ribu mahasiswa asing belajar di universitas-universitas Tiongkok. Beasiswa ditawarkan, fasilitas ditingkatkan, dan kurikulum disesuaikan dengan standar global.
Apa yang mereka bangun bukan hanya lembaga, tapi jejaring alumni internasional yang secara perlahan menjadi “duta budaya” bagi negeri mereka. Tiongkok membentuk opini dunia, membangun pengaruh, dan memperluas bahasa mereka lewat jalur pendidikan.
Indonesia bisa melakukan hal serupa. Kita punya potensi budaya, sejarah, dan keberagaman yang luar biasa. Kampus-kampus seperti UI, UGM, ITB, dan banyak perguruan tinggi swasta unggulan bisa menjadi magnet mahasiswa asing jika didukung oleh sistem beasiswa pemerintah yang kuat, promosi global yang terstruktur, serta peningkatan kualitas akademik secara berkelanjutan.
Namun kenyataan hari ini justru sebaliknya. Di saat negara lain berlomba menjaring mahasiswa asing, kita sibuk menaikkan UKT dan memangkas beasiswa. Padahal, jika kita serius membangun sistem pendidikan yang inklusif dan unggul, bahasa Indonesia bisa menjadi salah satu bahasa dunia. Dan lebih penting lagi: generasi muda kita bisa tampil di panggung global, membawa nama baik bangsa.
Negara Kuat Dibangun dari Sistem, Bukan Simbol
Pemberantasan korupsi tentu penting. Namun itu bukan satu-satunya indikator kemajuan. Membasmi korupsi tanpa membangun sistem pendidikan dan kesehatan nasional yang kuat ibarat mengecat tembok rumah yang pondasinya rapuh.
Indonesia tidak kekurangan visi. Tapi kita sering gagal dalam prioritas. Negara yang kuat tidak dibangun dari gedung-gedung pencakar langit atau seremoni politik, tapi dari anak-anak yang bisa sekolah tanpa takut biaya dan warga yang bisa berobat tanpa menjual tanah.
Perpecahan politik yang hari-hari ini meruncing hanya akan memperlemah fondasi bangsa. Yang dibutuhkan saat ini adalah konsensus nasional untuk membangun sistem pendidikan dan kesehatan yang berpihak pada rakyat. Jika itu menjadi komitmen bersama, maka kita tidak hanya mengejar ketertinggalan, tapi juga bisa memimpin dalam peradaban dunia.
Sudah saatnya kita belajar dari Tiongkok—bukan untuk meniru bentuknya, tapi mengambil semangatnya: bahwa negara yang besar, adalah negara yang mencerdaskan dan menyehatkan rakyatnya lebih dulu. Sebab dari sanalah, kekuatan sejati sebuah bangsa dimulai.***
Artikel Terkait
Ketika Megawati Takut pada Bayang-Bayang Jokowi
Prabowo dan Taruhan Besar Pemberantasan Korupsi
Premanisme Politik, Ancaman Nyata bagi Demokrasi
Surat Purnawirawan TNI dan Bahaya Makar Terselubung, Negara Tak Boleh Diam!
Peta Baru Kemiskinan Global dan Korupsi yang Mengakar: Saatnya Prabowo Menepati Janji