Kemanusiaan memang tak mengenal batas negara. Namun kebijakan luar negeri tidak dapat dibangun semata atas dasar simpati dan moralitas. Ia menuntut ketelitian, rasionalitas, serta kesiapan institusional. Jika Prabowo benar-benar ingin menunjukkan komitmen pada rakyat Palestina, jalur yang lebih strategis adalah memperkuat diplomasi internasional, meningkatkan dukungan kemanusiaan konkret—seperti bantuan medis, logistik, dan pembangunan infrastruktur—serta menjadi pelopor gencatan senjata dan rekonsiliasi damai melalui forum-forum multilateral.
Menjadi pemimpin yang peduli terhadap penderitaan sesama manusia adalah nilai luhur yang patut diapresiasi. Tetapi menjadi pemimpin yang bijak dan cermat dalam menakar kapasitas serta risiko adalah kualitas kenegarawanan yang sejati. Jangan sampai, dalam semangat menolong yang lain, kita justru mengabaikan tugas besar menyejahterakan rakyat sendiri—yang masih menanti "evakuasi" dari kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakadilan di negeri ini.***
Artikel Terkait
Memberantas Korupsi Sambil Korupsi, Saat Hukum Jadi Dagangan di Meja Kekuasaan
Membedah Komitmen Pemerintahan Prabowo Subianto dalam Perang Melawan Korupsi, antara Janji dan Realita
UU TNI dan Bahaya Delegitimasi Kekuasaan: Lampu Kuning untuk Pemerintahan Prabowo
Premanisme Berkedok THR, Ancaman bagi Industri dan Stabilitas Nasional
Reshuffle Kabinet dan Ujian Kredibilitas Pemerintahan Prabowo
Ketika Religiusitas Dijadikan Topeng Kekuasaan; Etika Berbangsa di Persimpangan Jalan