Ketika Jokowi Mendadak Muluskan Ekspor Pasir Laut di Ujung Jabatan, Dinamika Politik dan Dilema Prabowo

photo author
- Selasa, 24 September 2024 | 08:33 WIB
Ilustrasi. Presiden Jokowi mendadak memuluskan ekspor pasir laut di ujung jabatan.
Ilustrasi. Presiden Jokowi mendadak memuluskan ekspor pasir laut di ujung jabatan.

Izin ekspor pasir laut ini diperkirakan akan menguntungkan negara-negara seperti Singapura dan China, yang saat ini membutuhkan material untuk memperluas wilayahnya. Singapura diketahui hingga 2030 masih akan memperluas daratannya dengan menimbun laut. Sedangkan China saat ini sedang membangun pulau-pulau kecil di kawasan laut China Selatan, yang tentunya membutuhkan banyak pasir. 

Namun, di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas, membahayakan warga pesisir, dan meningkatkan risiko tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitar. 

Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

Dinamika Politik dan Dilema Prabowo

Beberapa pengamat menduga, langkah ini lebih dari sekadar keputusan ekonomi, melainkan ada agenda politik tersembunyi di baliknya. Salah satu spekulasi yang muncul adalah bahwa izin tambang pasir ini bisa menjadi "bom waktu" bagi pemerintahan berikutnya, khususnya Prabowo Subianto yang akan segera menggantikan Jokowi sebagai presiden.

Ada juga pandangan bahwa keputusan ini sengaja diambil untuk meninggalkan masalah bagi pemerintahan Prabowo, seolah-olah menjadi jebakan yang dirancang untuk menggoyang stabilitas pemerintahannya. Jika Prabowo menghentikan penambangan karena alasan lingkungan, ia berisiko dicap sebagai anti-investasi. Namun jika ia melanjutkannya, ia bisa dianggap tidak peduli terhadap kelestarian alam, menciptakan dilema politik yang sulit dipecahkan.

Kebijakan tambang pasir ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga dinamika politik. Izin yang dikeluarkan di akhir masa jabatan bisa mengundang berbagai konsekuensi. Jika Prabowo terpilih sebagai presiden, ia harus menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan tambang ini. Penambangan pasir kerap kali melibatkan kepentingan ekonomi besar, yang sering bersinggungan dengan kekuasaan politik dan elit bisnis.

Ada anggapan bahwa kebijakan ini bisa menjadi "jebakan politik" bagi Prabowo. Jika pemerintahannya nanti terpaksa menghentikan penambangan pasir karena dampak lingkungan yang parah, maka Prabowo akan terlihat tidak pro-investasi. Namun, jika ia membiarkannya, ia akan dianggap tidak peduli pada kelestarian alam. Ini adalah dilema yang tidak mudah dipecahkan dan bisa mempengaruhi citra politik Prabowo di masa depan.

 Baca Juga: Hastag GibranBocilPengecut Momen Warganet Muak dengan Kelakuan Dinasti Jokowi

Respons tegas Gerindra 

Tak lama setelah kebijakan ini diumumkan, Partai Gerindra segera merespons. Ahmad Muzani, Sekretaris Jenderal Gerindra, meminta pemerintah untuk menunda kebijakan ekspor pasir laut dan mendengarkan masukan dari para aktivis lingkungan. Ia menegaskan bahwa Gerindra tidak ingin kebijakan ini merugikan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di pesisir dan bergantung pada ekosistem laut. 

Muzani juga memberi sinyal bahwa Prabowo siap mengevaluasi kebijakan ini begitu ia resmi dilantik sebagai presiden. Hal ini menandakan bahwa Prabowo dan Gerindra sadar akan potensi risiko dari kebijakan tambang pasir ini terhadap reputasi pemerintahan baru. 

Dalam beberapa hari ke depan, Prabowo akan mengambil alih tongkat estafet dari Jokowi. Publik kini menantikan keputusan yang akan diambil oleh pemerintahan baru terkait izin tambang pasir. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah diminta Gerindra untuk tidak memproses izin ekspor bagi 66 perusahaan yang telah mendaftar.

Baca Juga: IPhone 14 Turun Harga Gila-gilaan! Mulai Rp 6 Jutaan Aja, Buruan Cek Sebelum Kehabisan!

Di sisi lain, keputusan kontroversial Jokowi di ujung kepemimpinannya terkat ekspor pasir laut ini adalah sebuah tantangan besar bagi pemerintahan yang akan datang. Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini bisa menjadi masalah serius yang mengganggu stabilitas pemerintahan Prabowo dan amunisi bagi lawan politiknya di kemudian hari.

Apakah ini sebuah jebakan politik atau hanya kebijakan pragmatis, hanya waktu yang akan menjawab.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X