HUKAMANEWS - Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita terjebak dalam pandangan bahwa kesuksesan diukur dari materi dan status sosial. Namun, kisah Mang Rusdi yang ditulis oleh Ahsan Jamet Hamidi menantang paradigma tersebut dengan menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup tidak selalu berkaitan dengan kekayaan.
Melalui tulisannya renyah dan mengalir, Ahsan yang merupakan anggota Dewan Pengarah SEKBER KBB dan Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Tangerang Selatan, menegaskan bahwa semua manusia, terlepas dari latar belakang ekonomi, memiliki derajat yang sama. Simak catatan lengkapnya.
***
GEROBAK hijau muda ini sudah berumur 10 tahun. Ini adalah gerobak ke-4 yang menemani Mang Rusdi berjualan ketupat sayur selama 40 tahun. Dia menjalani takdir hidupnya dengan berjualan ketupat sayur khas Karawang untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya yang semuanya sudah berkeluarga.
Baca Juga: OJK Resmi Bekukan Jiwasraya, Pemegang Polis Gigit Jari atau Ada Harapan?
Ketupatnya pulen montok, sayurnya bersantan coklat pekat kemerahan oleh cabai merah, lengkap dengan telur rebus berbalut sambal merah, pedasnya luar biasa. Bawang goreng dan kerupuk warna oranye adalah pelengkap yang menyempurnakan cita rasa ketupat khas besutan Mang Rusdi dan istrinya, pas banget untuk santapan sarapan.
Mang Rusdi selalu dibantu istri saat berjualan. Jam 6.00, gerobak sudah siap di depan sebuah minimarket yang dekat dengan banyak perumahan. Pelanggannya sebagian besar adalah warga perumahan yang hendak berangkat ke kantor atau yang tinggal di rumah.
Jam 9.00 pagi, dagangan biasanya sudah ludes. Jika tidak habis, ia akan segera membagikan kepada siapapun yang lewat. Untuk juru parkir, marbot masjid yang ada di dekatnya, satpam perumahan, dan pedagang lain, bisa menikmati ketupatnya secara gratis. Selalu berbagi, itu adalah kebiasaan yang sudah terpola sejak puluhan tahun.
Jam 9.00 pagi adalah batas akhir untuk berjualan. Prinsipnya, dagangan harus habis, bisa karena terjual ataupun dibagikan kepada orang lain. Pokoknya, ketika pulang ke rumah, isi gerobak harus kosong. Usai salat Zuhur, Mang Rusdi tidur siang dengan pulas sekali. Tidak seperti biasanya, ketika azan Asar berkumandang, dia belum juga beranjak dari tempat tidur. Sang istri mengingatkan:
“Pak, éta parantos azan Asar...”
Baca Juga: Laptop AI Pertama di Indonesia, ASUS Vivobook S14 OLED Hadir dengan Ryzen AI 7 350, Canggih Banget!
Mang Rusdi berusaha bangkit dari tempat tidur sambil terhuyung untuk mengambil air wudhu. Sore itu, dia hanya bisa salat Asar sambil duduk. Ia mengeluh:
“Ibu, sirah kuring siga anu muter…” (kepalanya muter), keluhnya.
Artikel Terkait
Ruang Ikhlas dalam Harapan, Sebuah Refleksi Hidup
Jauhi Orang Toxic, Lindungi Jiwamu
Menemukan Kekuatan dalam Keikhlasan dan Pasrah
Berhentilah Menunggu, Percayakan Segalanya pada Semesta
Menjaga Vibrasi Positif dan Keyakinan di Tengah Badai
Kekuatan Sejati Lahir dari Ujian Terberat
Mengapa Ada Konflik (atas nama) Agama
Beragama: Memperebutkan Klaim Kebenaran vs Menghormati Perbedaan