Dugaan Keterlibatan 13 Asosiasi dan 400 Biro Perjalanan
Pada 18 September 2025, KPK mengungkap dugaan keterlibatan 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji.
Jumlah ini menunjukkan skala persoalan yang jauh lebih besar dari dugaan awal.
Jika benar terbukti, kasus korupsi kuota haji bisa menjadi salah satu skandal terbesar dalam penyelenggaraan haji selama satu dekade terakhir.
Publik menilai kasus ini sebagai test case serius bagi integritas penyelenggaraan haji, mengingat Indonesia merupakan negara dengan kuota jamaah haji terbesar di dunia.
Pansus DPR: Ada Kejanggalan Kuota Tambahan 20.000 Jamaah
Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya menemukan kejanggalan terkait pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi.
Kemenag membagi kuota tambahan menjadi 10.000 haji reguler dan 10.000 haji khusus.
Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 telah mengatur bahwa komposisi kuota harus 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Pelanggaran komposisi kuota ini menjadi salah satu titik utama kecurigaan bahwa distribusi kuota dilakukan demi kepentingan bisnis tertentu, terutama bagi penyelenggara haji khusus yang biayanya jauh lebih tinggi.
Kasus ini mendorong diskusi besar di media sosial, terutama di kalangan calon jamaah haji 2026–2027.
Banyak warganet menilai bahwa masalah kuota haji bukan hanya soal korupsi, tetapi juga soal keadilan dan prioritas jamaah reguler yang menunggu hingga 20–30 tahun dalam antrean.
Sebagian masyarakat mendesak adanya digitalisasi total dalam manajemen kuota, audit real-time, dan publikasi kuota harian untuk mencegah praktik permainan kuota di tingkat biro perjalanan.
Dugaan korupsi kuota haji kembali menunjukkan bahwa pengelolaan ibadah yang melibatkan jutaan jamaah membutuhkan transparansi maksimal dan pengawasan berlapis.
Langkah KPK memeriksa 12 saksi hari ini menjadi sinyal bahwa kasus ini terus berkembang dan tidak berhenti pada aktor-aktor tertentu saja.