Masalah Sistemik: Masyarakat Kecil yang Paling Rentan Jadi Korban
Dalam banyak kasus yang muncul di berbagai daerah, korban mafia tanah justru berasal dari kelompok masyarakat berisiko, petani, pemilik lahan warisan, hingga pembeli rumah pertama.
Praktik seperti ini menimbulkan ketakutan publik karena siapa pun bisa menjadi target, termasuk figur besar seperti JK.
Para pengamat pertanahan menyebut bahwa mafia tanah berkembang pesat karena keuntungan besar, lemahnya digitalisasi sertifikat, dan masih adanya celah hukum di tingkat daerah.
Opini publik yang berkembang di media sosial menyoroti bahwa “kalau JK saja bisa diserang, bagaimana dengan masyarakat biasa?”
Peringatan JK: Mafia Tanah Ancaman Serius bagi Iklim Hukum dan Investasi
JK menyampaikan bahwa jika praktik mafia tanah dibiarkan, dampaknya bukan hanya merugikan pemilik lahan, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum.
Ketidakpastian ini dapat menghambat investasi dan pembangunan karena investor enggan menanam modal bila status tanah rawan disengketakan.
Ia menegaskan bahwa pemberantasan mafia tanah harus dilakukan secara sistemik, terkoordinasi, dan dilakukan tanpa pandang bulu.
SINERGI PUSAT–DAERAH: Kunci Memutus Mata Rantai Mafia Tanah
JK menyebut pemerintah pusat, aparat penegak hukum, hingga masyarakat harus bergerak bersama.
Masyarakat diminta melapor jika menemukan indikasi manipulasi data, perubahan peta bidang, atau klaim tiba-tiba dari pihak tak dikenal.
Baca Juga: Buruh Bekasi Desak Kenaikan Upah 10,5 Persen, ITUC Titip Pesan untuk Presiden Prabowo
Sebagai tambahan konteks, sejumlah pakar agraria mengatakan bahwa digitalisasi sertifikat dan integrasi data pertanahan dengan dukcapil adalah cara paling efektif meminimalisasi celah pemalsuan dokumen.