HUKAMANEWS – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022.
Namun, tim kuasa hukumnya menilai penetapan tersebut cacat hukum.
Mereka bahkan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan membawa tujuh alasan utama yang dianggap cukup kuat untuk membatalkan status tersangka Nadiem.
Kuasa hukum Nadiem, Dodi S. Abdulkadir, menyebut bahwa proses penetapan tersangka ini dilakukan tanpa dasar hukum yang sah.
Menurutnya, ada banyak prosedur yang dilangkahi hingga keputusan ini keluar. “Fakta-fakta ini perlu diketahui publik agar penegakan hukum berjalan transparan dan sesuai aturan,” ujarnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat Nadiem sebelumnya dikenal sebagai sosok reformis di bidang pendidikan.
Warganet di berbagai platform ramai memperdebatkan apakah kasus ini murni persoalan hukum atau ada nuansa politik di baliknya.
Tujuh Alasan Penetapan Tersangka Dinilai Tidak Sah
Ada tujuh poin yang diajukan tim kuasa hukum Nadiem untuk memperkuat gugatan praperadilan:
1. Tidak ada audit kerugian negara
Penetapan tersangka tidak dilengkapi hasil audit resmi BPK atau BPKP yang membuktikan adanya kerugian negara nyata (actual loss).
2. Audit tidak temukan pelanggaran
BPKP dan Inspektorat telah mengaudit program TIK 2020–2022, dan hasilnya tidak ada indikasi kerugian keuangan negara. Laporan keuangan Kemendikbudristek 2019–2022 juga mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).