3. Tidak ada dua bukti permulaan
Surat penetapan tersangka dikeluarkan bersamaan dengan sprindik (4 September 2025), padahal KUHAP dan putusan MK mensyaratkan minimal dua alat bukti permulaan.
4. SPDP tidak pernah diterbitkan
Nadiem tidak pernah menerima SPDP, melanggar Pasal 109 KUHAP dan putusan MK yang menegaskan pentingnya fungsi pengawasan penuntut umum.
5. Program dasar dakwaan dianggap fiktif
Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022 yang dijadikan dasar penetapan tersangka disebut bukan nomenklatur resmi di RPJMN maupun kebijakan Kemendikbudristek.
Baca Juga: Ilham Habibie Bongkar Proses Kembalinya Mobil Warisan dari KPK, Publik Heboh soal Peran Ridwan Kamil
6. Identitas jabatan tidak tepat
Dalam surat penetapan, status Nadiem disebut sebagai karyawan swasta, padahal saat itu ia menjabat sebagai Mendikbudristek.
7. Nadiem kooperatif
Dengan identitas jelas, dicekal bepergian, dan sudah tidak menjabat menteri, Nadiem dinilai tidak mungkin melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Respons Kejaksaan dan Agenda Sidang
Kejaksaan Agung menegaskan menghormati langkah praperadilan yang diajukan tim kuasa hukum Nadiem.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyebut gugatan itu adalah bagian dari mekanisme check and balance dalam sistem hukum.
“Itu hak tersangka, dan kami menghormatinya,” katanya.
Artikel Terkait
Nadiem Makarim dari Tampil PD Jadi Ekspresi Muka Tegang, Usai Kejagung Umumkan Penahanan dan Kenakan Rompi Tahanan
GOTO Tegaskan Nadiem Makarim Tak Lagi Punya Peran di Gojek, Usai Jadi Tersangka Kasus Laptop Chromebook
Terseret Dua Kasus Besar! Nadiem Makarim Kini Jadi Sorotan KPK dan Kejagung dalam Skandal Digital Pendidikan
Mahfud MD Kritik Minimnya Interaksi Nadiem Makarim dengan Kampus: “Bersih, tapi Tak Paham Birokrasi”
Nadiem Makarim Gugat Status Tersangka Kasus Chromebook, Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel