Selain penyitaan aset, penyidik juga melakukan penggeledahan di kediaman mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, kantor Kemenag, serta sejumlah biro travel haji.
Tindakan ini diyakini akan membuka jalan bagi pengungkapan siapa saja yang terlibat sebagai pengendali dana di balik skandal ini.
Skema Kuota Haji yang Menyimpang
Skandal bermula dari pembagian 20.000 kuota haji tambahan 2024. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, proporsinya seharusnya 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.
Namun, dalam praktiknya, melalui SK Menag Nomor 130/2024, kuota justru dipisah rata: 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus.
Baca Juga: Mengejutkan! KPK Temukan Biro Jual-Beli Kuota Haji Khusus, Jemaah Baru Bisa Langsung Berangkat
Kebijakan ini menyebabkan sekitar 8.400 kursi jamaah reguler dialihkan ke jalur haji khusus.
Padahal, biaya haji khusus jauh lebih mahal dan menguntungkan agen travel. Dari sinilah dugaan praktik ijon kuota dan jual-beli kursi muncul, dengan potensi kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.
Kasus ini menuai kecaman keras dari masyarakat. Banyak calon jamaah haji reguler yang sudah menabung bertahun-tahun merasa dikhianati.
Di media sosial, netizen menyoroti ironi ketika ibadah yang seharusnya murni spiritual justru dinodai praktik rente politik dan ekonomi.
Pengamat hukum tata negara menilai, keterlibatan PPATK menjadi kunci karena transaksi keuangan lintas pihak bisa terlacak lebih jelas.
Baca Juga: KPK Fokus Dalami Penyidikan Sebelum Tahan Rudy Tanoe di Kasus Bansos Rp200 Miliar
Jika benar ada jaringan juru simpan uang, maka kasus ini berpotensi menyeret lebih banyak pihak dari lingkaran birokrasi hingga swasta.
Kasus korupsi kuota haji tambahan 2024 diharapkan menjadi momentum reformasi tata kelola ibadah haji di Indonesia.
Penyelenggaraan haji harus kembali berpihak pada jamaah reguler yang jumlahnya jauh lebih besar.