- UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran konten provokatif dan transmisi dokumen elektronik tanpa hak.
- Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan perbuatan pidana.
- Pasal 161 KUHP tentang ajakan melakukan tindakan yang berhubungan dengan tindak pidana.
Sejak 2 September 2025, LFK resmi ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri.
Polisi menegaskan bahwa kasus ini merupakan hasil patroli siber yang rutin dilakukan sejak 23 Agustus 2025.
Dalam kurun waktu tersebut, Direktorat Siber Polri bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memblokir 592 akun dan konten provokatif di media sosial.
Langkah ini disebut sebagai upaya preventif agar ruang digital di Indonesia tidak dikuasai narasi ekstrem, ujaran kebencian, maupun konten yang berpotensi mengancam keamanan nasional.
Kasus ini ramai diperbincangkan di media sosial. Sebagian besar warganet mendukung langkah tegas polisi, mengingat ajakan membakar gedung Mabes dianggap sebagai tindakan serius yang bisa mengancam keselamatan banyak orang.
Namun, ada pula kritik dari sebagian publik yang menyoroti pentingnya edukasi digital.
Menurut mereka, kasus seperti ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan platform media sosial untuk lebih gencar memberikan literasi digital kepada masyarakat.
“Bukan hanya blokir, tapi perlu edukasi biar orang tahu konsekuensi hukum dari posting sembarangan,” tulis salah satu komentar netizen di X (Twitter).
Kasus LFK memberi pelajaran penting bahwa media sosial bukan ruang bebas tanpa aturan. Konten yang bernuansa provokasi, kebencian, atau ajakan anarkis bisa berujung pada jerat hukum.
Bagi masyarakat, kehati-hatian dalam bermedia sosial adalah bentuk tanggung jawab.
Perlu diingat, unggahan yang terlihat sederhana bisa berpotensi membahayakan banyak orang jika salah kaprah atau mengandung ajakan melanggar hukum.
Di tengah derasnya arus informasi digital, literasi digital menjadi kunci agar masyarakat tidak terjebak dalam konten provokatif maupun hoaks.