Dalam pledoi yang ia tulis sendiri sepanjang 108 halaman itu, Hasto juga menyampaikan bahwa partainya tetap setia pada jalan demokrasi, sekalipun tekanan pragmatisme politik semakin kuat di era 2004 hingga 2014.
Ia mengungkapkan bahwa saat itu partai terus melakukan konsolidasi ideologi, organisasi, hingga kaderisasi meski tak berada dalam lingkar kekuasaan.
“Eksistensi partai bukan ditentukan oleh berada atau tidaknya dalam pemerintahan, tapi oleh komitmen terhadap rakyat dan demokrasi,” ucap Hasto menegaskan.
Hasto pun menutup pledoinya dengan penekanan bahwa PDIP akan terus memperingati peristiwa Kudatuli, bukan sebagai bentuk dendam, tapi sebagai pengingat akan pentingnya menjaga demokrasi dari segala bentuk intervensi kekuasaan.
Dengan pledoi penuh muatan sejarah dan emosional ini, Hasto berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan seluruh aspek perjuangan politiknya sebagai bagian dari narasi besar demokrasi Indonesia.***