Namun, dalam pledoi yang disampaikan, baik oleh Hasto secara pribadi maupun oleh tim hukum, fokus utamanya adalah menunjukkan bahwa proses hukum yang berjalan tidak sepenuhnya netral.
Strategi ini bisa dibaca sebagai upaya mengubah persepsi publik serta membangun narasi tandingan terhadap dakwaan dan tuntutan dari pihak jaksa.
Menariknya, keputusan Hasto untuk menulis sendiri pledoinya dengan tangan, bukan diketik, dinilai sebagai simbol personalisasi perjuangan dan tekad menghadapi perkara ini secara serius.
Dari sisi hukum, langkah ini tentu jarang ditemui dan menjadi catatan tersendiri dalam dunia peradilan.
Penggunaan dokumen pembelaan setebal ribuan halaman oleh tim hukum juga memperlihatkan strategi bertahan yang kompleks dan terencana.
Dengan pendekatan ini, Hasto dan timnya berupaya membongkar struktur logika hukum yang diajukan jaksa, sembari menyoroti aspek-aspek yang mereka anggap sebagai cacat prosedur atau penilaian sepihak.
Sidang ini menjadi perhatian publik bukan hanya karena posisinya sebagai tokoh elite partai besar, tetapi juga karena kasus ini berpotensi menyeret figur politik lain.
Pledoi ini pun diperkirakan akan menjadi bahan pertimbangan penting bagi majelis hakim dalam menentukan vonis akhir.
Apakah pembelaan ini cukup kuat untuk menggugurkan tuntutan jaksa, atau justru menjadi bukti keberanian dalam menghadapi proses hukum, semuanya akan bergantung pada fakta-fakta yang diyakini oleh hakim.
Namun satu hal pasti: kasus Hasto ini tak lagi hanya soal hukum, tapi juga tentang citra, narasi, dan dinamika politik di balik ruang sidang