Sebelumnya, mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, telah diperiksa oleh KPK pada 19 Juni 2025.
Dalam keterangannya kepada media, Kusnadi menegaskan bahwa proses pengajuan dana hibah selalu melibatkan komunikasi antara DPRD dan Gubernur Jatim.
Menurutnya, kepala daerah pasti mengetahui proses tersebut karena pengesahan dana hibah membutuhkan keputusan resmi dari gubernur.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa pejabat tingkat provinsi memiliki peran penting dalam mekanisme pengucuran dana hibah kepada kelompok masyarakat (Pokmas).
Baca Juga: 5 Jam Nonstop! Aliran Lahar Gunung Semeru Bisa Capai 13 Km, Warga Lumajang Harus Siaga Total!
Isu dugaan keterlibatan Khofifah juga sempat mencuat dalam talk show Mata Najwa pada September 2024.
Saat itu, Khofifah menjelaskan bahwa penyaluran dana hibah diatur secara ketat dengan adanya dokumen wajib yang harus ditandatangani oleh penerima bantuan.
Ia menyebutkan bahwa hibah dari APBD hanya bisa dicairkan jika sudah ada Surat Keputusan Gubernur.
Lebih lanjut, dana hibah juga harus tercatat dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) yang terintegrasi langsung dengan Kementerian Keuangan dan KPK.
Mekanisme tersebut disebut sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.
Dengan pemeriksaan ulang yang dijadwalkan ulang ini, publik menantikan langkah tegas KPK dalam menuntaskan perkara besar yang melibatkan banyak pihak, termasuk pejabat tinggi daerah.
Kasus dana hibah APBD Jatim menjadi salah satu sorotan penting dalam upaya pemberantasan korupsi di tingkat daerah.
Masyarakat berharap proses hukum berjalan objektif dan adil agar kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum dan pemerintah tetap terjaga.***