Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk memastikan semua fakta terungkap secara jelas dan lengkap.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, kasus ini melibatkan penyalahgunaan wewenang oleh tersangka HN dan beberapa tersangka lainnya, yaitu TK, DM, AH, MA, dan ID.
Mereka diduga melakukan aktivitas ilegal dengan melekatkan merek Logam Mulia (LM) Antam pada logam mulia milik swasta, yang seharusnya hanya dilakukan untuk kegiatan resmi PT Antam.
Selama periode 2010—2022, tercatat ada sekitar 109 ton logam mulia dengan berbagai ukuran yang dicetak secara ilegal.
Baca Juga: Cak Imin Tegaskan PKB Tidak Akan Umumkan Bakal Calon Kepala Daerah pada Harlah Ke-26
Logam-logam tersebut kemudian diedarkan di pasar bersamaan dengan produk logam mulia resmi dari PT Antam.
Akibat tindakan tersebut, pasar logam mulia PT Antam mengalami kerugian yang signifikan, karena produk ilegal ini menggerus pangsa pasar logam mulia yang sah.
Kasus ini bukan hanya menyoroti masalah internal di PT Antam, tetapi juga berdampak besar pada pasar logam mulia secara keseluruhan.
Dengan adanya logam mulia yang beredar di pasar tanpa izin dan dengan merek yang tidak sah, kepercayaan konsumen terhadap produk PT Antam terpengaruh.
Hal ini bisa mengakibatkan kerugian finansial yang besar bagi perusahaan dan mempengaruhi reputasi mereka di industri.
Pihak Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini dengan transparan dan adil, serta memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan pertanggungjawaban yang sesuai dengan hukum. ***