Di media sosial, respons publik mayoritas menyoroti buruknya tata kelola birokrasi.
Komentar publik menolak keras alasan “uang pelancar” sebagai budaya normal.
Banyak pekerja yang mengaku pernah merasakan lambatnya proses perizinan tanpa alasan jelas.
Muncul pertanyaan besar:
- Apakah skema ini merupakan kasus tunggal?
- Atau hanya puncak gunung es sistem birokrasi berbayar?
Analisis: Momentum Reformasi Besar Sertifikasi dan PNBP
Kasus ini dapat menjadi momentum pembaruan.
Penerapan sistem digital end-to-end untuk sertifikasi K3 dengan pelacakan terbuka dan dashboard publik dapat memutus ruang negosiasi bawah meja.
Teknologi blockchain verifikasi dokumen kini telah diterapkan di beberapa negara untuk meminimalkan kebocoran PNBP.
Indonesia bisa belajar dari model tersebut, bukan hanya mengejar oknum, tetapi membongkar sistem yang membuat penyimpangan menjadi mungkin.
Kasus dugaan pemerasan sertifikasi K3 Kemnaker bukan sekadar perkara korupsi personal, ini berkaitan langsung dengan keselamatan pekerja dan kredibilitas perizinan negara.
Kepercayaan publik pada sistem perizinan bergantung pada seberapa transparan dan tegas pembenahan ini dilakukan.
Jika pemerintah benar-benar ingin melindungi pekerja, reformasi tidak bisa berhenti pada penetapan tersangka, tetapi juga pada pembenahan sistem sertifikasi dari hulu hingga hilir.***
Artikel Terkait
Bukan Immanuel Ebenezer, KPK Sebut Irvian Bobby yang Layak Dapat Julukan 'Sultan' di Skandal Kemenaker
KPK Periksa Atase KBRI Kuala Lumpur Terkait Kasus Pemerasan TKA Kemenaker, Uang Haram Capai Rp 85 Miliar
KPK Periksa PNS Kemenaker Terkait Kasus Pemerasan TKA Rp 85 Miliar, Aset Mewah Disita Penyidik
Terbongkar! Eks Sekjen Kemenaker Era Hanif Dhakiri Jadi Tersangka Baru di Kasus Pemerasan RPTKA, KPK Ungkap Duit Haram Rp53,7 Miliar
KPK Bongkar Jaringan Pemerasan RPTKA Selama 7 Tahun di Kemenaker, Nama HS Jadi Tersangka Kunci