Ia menyebut hampir seluruh pakaian bekas yang dijual pedagang masuk ke Indonesia secara ilegal.
Dalam keterangannya, Rifai menjelaskan bahwa biaya masuk satu kontainer pakaian bekas impor bisa mencapai Rp550 juta, dengan kemungkinan jumlah impor menembus 100 kontainer per bulan.
Pernyataan ini membuka dugaan adanya jaringan yang memfasilitasi arus barang, bukan sekadar permainan pedagang kecil.
Menurut Rifai, para pedagang justru ingin adanya legalisasi agar mereka dapat membayar pajak dan menjalankan usaha secara resmi.
“Kami ini korban. Barang tidak mungkin datang sendiri, pasti ada yang memfasilitasi,” ujarnya.
Pernyataan tersebut memicu perdebatan publik, terutama di kota-kota seperti Bandung yang dikenal sebagai pusat tren thrifting dan menjadi destinasi favorit generasi muda pecinta fashion murah dan unik.
Dampak Ekonomi dan Publik: Industri Tekstil Lokal Paling Terdampak
Kasus thrifting ilegal bukan sekadar masalah birokrasi.
Ada dampak ekonomi besar yang ikut terseret, terutama bagi industri tekstil Bandung yang selama bertahun-tahun menjadi sentra produksi pakaian nasional.
Beberapa dampak yang dipersoalkan ekonomi dan publik antara lain:
Harga produk lokal kalah bersaing karena barang impor bekas jauh lebih murah.
Potensi PHK di industri garmen Bandung, terutama di pabrik kecil-menengah.
Kerugian negara dari potensi pajak yang tidak masuk.
Maraknya peredaran barang impor tanpa standar kesehatan yang berisiko bagi konsumen.
Artikel Terkait
Viral Surat Perintah Komandan Kodim 0501/JP Letkol Inf Harry Ismail ke Kepala Bea Cukai Soeta, Agar Bebaskan Pajak Barang Mewah Milik Arie Kurniawan
Menkeu Purbaya Ultimatum Pegawai Bea Cukai Nakal: Kalau Masih Bandel, Saya Pecat!
Purbaya Dukung Kejagung Geledah Bea Cukai Terkait Korupsi Ekspor Limbah Sawit: Biarkan Prosesnya Berjalan
Menkeu Purbaya Siapkan Blacklist dan Denda Berat untuk Impor Pakaian Bekas, DPR Beri Dukungan Penuh
Viral Isu Pegawai Bea Cukai Nongkrong di Starbucks, Purbaya Bongkar Rekaman CCTV, Faktanya Mengejutkan!