Beda Draf dan Kejar Tayang, Kontroversi KUHAP Baru Mendidih, 'Keadaan Mendesak' Jadi Sorotan Publik

photo author
- Jumat, 21 November 2025 | 16:23 WIB
Ilustrasi KUHAP baru dan polemik pasal penyadapan serta keadaan mendesak. (HukamaNews.com / Net)
Ilustrasi KUHAP baru dan polemik pasal penyadapan serta keadaan mendesak. (HukamaNews.com / Net)

HUKAMANEWS - Kontroversi KUHAP baru kembali meletup setelah publik menemukan sejumlah pasal krusial yang dinilai multitafsir, terutama soal penyadapan, penyitaan, dan pemblokiran yang memuat frasa “keadaan mendesak”.

Perdebatan soal KUHAP baru itu muncul setelah influencer Ferry Irwandi membongkar isi draf melalui kanal YouTube Malaka Project dan memicu gelombang diskusi publik tentang transparansi legislasi.

Perbedaan draf KUHAP tanggal 13 November dan versi final 18 November menjadi pemicu utama karena publik merasa proses pengesahan berlangsung cepat tanpa ruang deliberasi memadai.

Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru pada 18 November 2025 memunculkan reaksi keras dari berbagai lapisan masyarakat karena sejumlah pasal dinilai berpotensi mengancam prinsip hak asasi manusia, terutama terkait penyadapan, penyitaan, pemblokiran, dan mekanisme penangkapan.

Baca Juga: 8 Rekonstruksi Kasus Penculikan dan Pembunuhan Kacab BRI Digelar, 57 Adegan Ungkap Detik-Detik Tragis Ilham Pradipta

Ferry Irwandi, influencer hukum dan CEO Malaka Project, mengatakan bahwa proses legislasi berlangsung terlalu cepat dan minim transparansi sehingga publik kehilangan kesempatan membaca dan menganalisis 156 halaman naskah final sebelum disahkan.

Ferry memaparkan bahwa draf KUHAP 13 November berbeda signifikan dengan versi final 18 November sehingga publik mempertanyakan alasan perubahan drastis dalam waktu singkat.

Ferry menyoroti poin-poin kritis seperti Pasal 120 tentang penyitaan dan Pasal 140 tentang pemblokiran yang tetap mensyaratkan izin Ketua Pengadilan Negeri tetapi memberikan celah pengecualian apabila terjadi keadaan mendesak.

Menurutnya, frasa keadaan mendesak terlalu subjektif karena ditentukan berdasarkan penilaian penyidik tanpa tolok ukur normatif yang jelas.

Baca Juga: Termasuk Roy Suryo dan dr Tifa, 8 Tersangka Kasus Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Dicekal ke Luar Negeri, Polda Metro: Wajib Lapor Setiap Pekan

Ia menilai kondisi tersebut rawan disalahgunakan karena tindakan yang mengatasnamakan urgensi dapat dilakukan lebih dulu, sementara izin hakim baru diminta setelahnya.

Dalam ulasannya, Ferry juga menyoroti pasal penyadapan yang diatur dalam Pasal 136 dan definisi teknis pada Pasal 1 ayat 36 yang merujuk pada undang-undang khusus yang hingga kini belum ada.

Kekosongan aturan teknis itu membuat praktik penyadapan rawan tumpang tindih karena landasan operasionalnya belum tersedia tetapi kewenangannya sudah diatur dalam KUHAP baru.

Ferry mendorong publik dan komunitas hukum untuk mempertimbangkan jalur konstitusional melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi apabila ditemukan dugaan cacat formil atau materiil dalam pengesahan KUHAP baru.

Baca Juga: Kamelia Ungkap Luka Hatinya, Tak Bisa Jenguk Ammar Zoni di Nusakambangan Meski Terus Berjuang

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jiebon

Sumber: Antara News

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X