Xu dari Economist Intelligence Unit memperkirakan, China juga akan memperluas kendali ekspor ke mineral-mineral yang lebih penting dari AS.
"China akan segera menutup kran impor produk pertanian dari AS seperti kedelai, sorgum, dan jagung. Namun menurut saya, kedua belah pihak akan kembali ke meja perundingan nanti, karena kerugiannya akan terlalu besar untuk diserap oleh ekonomi global - dan kedua negara," katanya.
China juga bisa mengincar pelarangan masuk untuk sektor-sektor jasa AS atau memboikot film-film Hollywood.
Hutong Research dalam catatan mereka 7 April lalu meyakini bahwa kemungkinan kedua negara melakukan resolusi dengan kesepakatan nilai tukar mata uang, ketimbang di bidang investasi atau perdagangan.
Pasalnya, Hutong menuliskan, China sudah "tidak berselera lagi dengan kesepakatan dagang tradisional" AS, mengingat impor China dari AS hanya sepertiga dari ekspor mereka ke AS.
AS juga disebut enggan membuat kesepakatan dagang dengan China, mengingat agenda Gedung Putih Trump adalah "America First".
Secara politik di AS, kesepakatan nilai tukar mata uang juga lebih mudah karena tidak membutuhkan persetujuan Kongres dan didukung oleh Kementerian Keuangan serta bank sentral The Fed, terutama jika China sepakat membeli obligasi pemerintah AS seperti yang mereka lakukan usai krisis keuangan global 2008.
Ini bisa membantu menstabilkan pasar dan menurunkan tingkat suku bunga, ujar Hutong.
Baca Juga: MUI Pusing Dengan Sikap Politik Indonesia Tampung Warga Palestina Keluar Dari Gaza
Beberapa pengamat juga meyakini China akan menjadikan kisruh tarif ini sebagai peluang mempererat hubungan dengan negara lain, yang juga merugi karena Trump.
"Di saat Trump meningkatkan tarif banyak negara, China harus bertindak cepat dengan menurunkan tarif dan menghilangkan pembatasan lainnya dengan negara-negara mitra dagang besar, seperti Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan dan Australia," kata mantan pemimpin redaksi South China Morning Post Wang Xiangwei dalam tulisan opininya di media tersebut.
Hal inilah yang terlihat tengah dilakukan oleh China.
Dalam pidato pertamanya sejak perang dagang dengan AS pecah, Presiden China Xi Jinping menyatakan komitmen mempererat hubungan strategis.
Pada 15 hingga 17 April mendatang, Xi akan menyambangi Malaysia.