HUKAMANEWS – Korea Selatan tengah berada di persimpangan sejarah. Untuk kedua kalinya sejak transisi menuju demokrasi, seorang presiden resmi dicopot dari jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi.
Kali ini, giliran Presiden Yoon Suk Yeol yang harus turun dari kursi kekuasaan setelah sembilan hakim secara bulat menyetujui pemakzulannya.
Pemakzulan ini tidak hanya mengakhiri masa jabatan Yoon lebih cepat, tetapi juga membuka babak baru ketidakpastian politik dan ekonomi yang akan menjadi tantangan berat bagi negeri Ginseng tersebut.
Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut lahir dari tindakan kontroversial Yoon Suk Yeol pada Desember 2024, ketika ia secara sepihak mendeklarasikan darurat militer.
Langkah ekstrem itu bukan tanpa konsekuensi.
Yoon disebut telah menyalahgunakan kekuasaan eksekutif dengan mengerahkan militer demi kepentingan politik, termasuk mencegah anggota parlemen memasuki Majelis Nasional dan bahkan mencoba menangkap hakim serta pejabat tinggi negara.
Mahkamah menyatakan langkah ini sebagai pelanggaran berat terhadap konstitusi dan prinsip demokrasi.
Ketua Mahkamah Konstitusi sementara, Moon Hyung-bae, menegaskan bahwa tindakan Yoon tidak memenuhi syarat legal untuk deklarasi darurat dan justru membahayakan sistem demokrasi yang telah dibangun selama puluhan tahun.
Dengan dicopotnya Yoon, seluruh hak istimewanya sebagai mantan kepala negara juga dicabut.
Ia tidak akan menikmati tunjangan pensiun presiden, fasilitas keamanan, atau akses khusus lainnya.
Lebih dari itu, Yoon kini menghadapi ancaman pidana dengan tuduhan penghasutan yang dijadwalkan akan disidangkan mulai 14 April.
Kondisi ini mengguncang fondasi politik Korea Selatan yang selama ini terlihat stabil.
Kini, Perdana Menteri Han Duck-soo ditunjuk sebagai Presiden sementara hingga pemilu digelar dalam waktu maksimal 60 hari.