HUKAMANEWS - Israel kembali membuat kebijakan kontroversial dengan mengubah nama Tepi Barat menjadi Yudea dan Samaria.
Keputusan ini langsung memicu kecaman keras dari Palestina yang menilai langkah tersebut sebagai bagian dari upaya aneksasi penuh.
Pergeseran nama ini dianggap bukan sekadar simbolik, tetapi juga memiliki implikasi politik yang besar.
Lalu, apa dampaknya bagi perdamaian di Timur Tengah?
Baca Juga: Pecinta Fotografi Wajib Punya! 5 HP Ini Punya Kamera Setara DSLR, Hasilnya Bikin Melongo!
Kementerian Luar Negeri Palestina dengan tegas menolak keputusan parlemen Israel yang menyetujui rancangan undang-undang (RUU) penggantian nama Tepi Barat.
Menurut Palestina, kebijakan ini semakin memperkuat kontrol Israel atas wilayah tersebut dan menjadi langkah awal menuju aneksasi penuh.
RUU ini disahkan oleh Komite Kabinet Knesset sebagai bagian dari strategi untuk menerapkan hukum Israel di wilayah pendudukan.
Palestina menilai hal ini sebagai tindakan ilegal yang melanggar hukum internasional dan resolusi PBB.
Baca Juga: Ada Rombongan Baru Staf Khusus Saat Efisiensi Anggaran, Masih Diperbolehkan Kok
"RUU ini adalah eskalasi berbahaya dari tindakan sepihak Israel. Ini membuka jalan bagi aneksasi penuh Tepi Barat, penerapan hukum Israel secara paksa, serta menghambat pembentukan negara Palestina yang merdeka," demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Palestina, dikutip dari Anadolu Agency.
Israel telah lama mengklaim Tepi Barat sebagai bagian dari warisan sejarah dan religius mereka.
Perubahan nama menjadi Yudea dan Samaria semakin menegaskan ambisi tersebut.
Namun, dunia internasional secara luas masih menganggap Tepi Barat sebagai wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967.
Baca Juga: Demi Efisiensi Anggaran, Trump Dekati Rusia dan China untuk Kembali Bahas Perundingan Senjata Nuklir