climate-justice

Saat Narasi Iman dan Krisis Iklim Bertemu di Ruang Media, Suara Agama Jadi Energi Perubahan

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:18 WIB
Ilustrasi. Seruan Lintas Agama untuk selamatkan Bumi dan kemanusiaan

 

HUKAMANEWS GreenFaith - Dalam setiap tradisi keagamaan, bumi bukan sekadar tempat berpijak, melainkan wujud kasih dan ciptaan yang mesti dijaga.

Ajaran Kristen menekankan tanggung jawab manusia untuk merawat ciptaan Tuhan. Islam mengajarkan prinsip khalifah sebagai penjaga bumi.

Hindu memandang alam sebagai perwujudan Ketuhanan, sementara Buddha menegaskan keterhubungan mendalam antara manusia dan seluruh makhluk hidup.

Kesadaran ini kini menemukan relevansinya di tengah krisis iklim global yang kian genting.

Dalam satu dekade terakhir, komunitas lintas agama di seluruh dunia bergerak dari sekadar seruan moral menuju aksi nyata—menghidupkan kembali pesan spiritual tentang tanggung jawab terhadap bumi.

Baca Juga: KPK dan Menkeu Purbaya Kompak, Korupsi Masih Jadi PR Utama Bangsa, Reformasi Tata Kelola Belum Selesai

Sebuah laporan yang dirilis GreenFaith bersama Gerakan Laudato Si’ berjudul “Menyampaikan Cerita Agama dan Iklim: Strategi untuk Keterlibatan Media” menyoroti bagaimana peran kelompok agama dapat memperkuat narasi publik tentang krisis iklim. Laporan tersebut dapat diakses di laman faithandclimate.org.

Kajian ini merupakan hasil analisis terhadap dua kelompok media—arus utama dan media berbasis keagamaan—serta studi social listening yang menelaah sejauh mana pemimpin dan komunitas agama berperan dalam membentuk opini dan aksi publik terkait isu iklim.

Dari hasil temuan, para tokoh agama dunia, mulai dari Paus Fransiskus, Dalai Lama, para pemimpin Universitas Al-Azhar di Mesir, hingga rohaniwan lokal di berbagai negara, berbicara dengan urgensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Mereka menyoroti penderitaan masyarakat terdampak krisis iklim dan menyerukan solusi yang berlandaskan keadilan, kepedulian, serta tanggung jawab moral.

Baca Juga: Transisi Energi di Mata Gen Z: Saatnya “Draw the Line” Menjelang COP30

Dengan proyeksi bahwa 87 persen populasi dunia akan mengidentifikasi diri dengan suatu agama pada 2050, komunitas beragama menjadi salah satu kekuatan sosial terbesar untuk menggerakkan aksi iklim global.

Analisis media juga menemukan bahwa iman sering dipotret sebagai sumber motivasi aksi iklim. Pemimpin agama dipandang sebagai penggerak utama, sementara kolaborasi lintas iman menjadi sudut pemberitaan yang paling menarik perhatian publik.

Namun, laporan ini juga mengidentifikasi sejumlah peluang untuk memperkuat dampak keterlibatan media di masa depan. Pertama, perlunya sorotan lebih besar terhadap kepemimpinan agama di tingkat akar rumput. Di banyak wilayah, para pemuka dan komunitas lokal telah menghadapi langsung dampak perubahan iklim—dari kekeringan dan banjir, hingga kebakaran hutan. Mereka juga aktif menolak proyek bahan bakar fosil baru, mendukung energi terbarukan yang adil, serta menyerukan bantuan bagi kelompok yang terdampak.

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB