climate-justice

Hijau dari Lorong Patangpuluhan, Cara Unik Muhammadiyah Gerakkan Warga Menyelamatkan Bumi

Sabtu, 13 September 2025 | 07:00 WIB
Ilustrasi Gerakan Shadaqah Sampah yang diinisiasi kader Muhammadiyah.

HUKAMANEWS 1000 Cahaya - Masalah lingkungan hidup di Indonesia kian mendesak untuk dijawab dengan tindakan nyata. Sebagai salah satu penghasil sampah terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, Indonesia setiap tahun menghasilkan lebih dari 70 juta ton sampah, dengan hampir 10 juta ton di antaranya berupa plastik. Ditambah hilangnya ratusan ribu hektar hutan akibat deforestasi, tantangan lingkungan ini menuntut kesadaran baru, keberanian, dan gerakan yang berkelanjutan.

Di tengah bayang-bayang krisis tersebut, Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Patangpuluhan di Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta, tampil dengan inisiatif yang segar.

Dipimpin Heri Setyawan, komunitas ini menghadirkan aksi hijau berbasis warga yang tidak hanya menjawab persoalan sampah dan keterbatasan ruang hijau, tetapi juga memberdayakan masyarakat. Gerakan ini menegaskan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah-langkah kecil di lorong-lorong kampung.

Salah satu inisiatif yang mencuri perhatian adalah “Lorong Sayur”. Gang-gang sempit yang sebelumnya hanya dilewati warga kini disulap menjadi kebun produktif. Bayam, kangkung, cabai, hingga tomat tumbuh di sela rumah-rumah warga. Hasil panen sebagian dikonsumsi, sebagian lain dijual untuk membiayai kegiatan sosial.

Baca Juga: Air Wudhu, Cahaya Surya, dan Jelantah: Ikhtiar Ekologi dari PRM Getassrabi Kudus

“Kami ingin memanfaatkan lahan terbatas secara optimal, sembari menanamkan kesadaran akan gaya hidup berkelanjutan,” kata Heri. Lebih dari sekadar ruang hijau, lorong sayur juga menumbuhkan rasa kebersamaan, di mana warga bergotong royong merawat tanaman yang tumbuh di sekitar rumah mereka.

Tak berhenti di situ, PRM Patangpuluhan juga melahirkan gagasan “Shodaqoh Sampah”. Alih-alih menumpuk atau membuang sembarangan, sampah plastik dan kertas dikumpulkan, lalu dijual. Hasilnya digunakan untuk mendanai kegiatan sosial, termasuk membantu pendidikan warga yang membutuhkan.

“Sampah yang selama ini dianggap masalah, ternyata bisa menjadi berkah,” ujar Heri.

Program ini sekaligus mengubah cara pandang masyarakat: dari melihat sampah sebagai beban menjadi peluang untuk kebaikan bersama.

Untuk mengatasi sampah organik, warga dilatih menggunakan komposter tumpuk. Hasilnya berupa pupuk kompos yang kembali digunakan untuk penghijauan maupun pertanian kecil. Upaya ini tidak hanya mengurangi beban tempat pembuangan akhir, tetapi juga memutus ketergantungan pada pupuk kimia.

Selain itu, lubang biopori digali di pekarangan warga untuk memperbaiki daya serap tanah. Di kota padat seperti Yogyakarta, langkah ini efektif mencegah banjir sekaligus meningkatkan kualitas tanah.

Gerakan hijau di Patangpuluhan bertumpu pada tiga pilar: edukasi, motivasi, dan implementasi. Edukasi menanamkan pemahaman baru soal pentingnya menjaga lingkungan. Motivasi dikuatkan dengan semangat kebersamaan dan tanggung jawab kolektif.

Baca Juga: SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta Merintis Generasi Hijau dengan Konsep Green School

Implementasi memastikan pengetahuan tersebut benar-benar hidup dalam praktik sehari-hari. Pendekatan ini menghasilkan perubahan nyata: perilaku warga mulai bergeser, dari sekadar tahu menjadi terbiasa.

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB