"Dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial dan tanggung jawab moral, agama dapat menjadi alat efektif dalam membangun kesadaran ekologis," ungkapnya.
Sementara itu, Dr. Sapardi dari Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, menjelaskan bahwa ajaran Buddha menitikberatkan keseimbangan antara manusia dan alam.
"Konsep Metta (cinta kasih), Karuna (belas kasih), Mudita (simpati), dan Upekkha (keseimbangan batin) menjadi landasan dalam mendorong perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan," jelasnya.
Muhammadiyah, sebagai organisasi keagamaan besar di Indonesia, telah menjalin kerja sama lintas agama dalam isu lingkungan.
Kolaborasi ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Foreign Commonwealth and Development Office (FCDO) Pemerintah Inggris, Bappenas, dan Oxford Policy Management Limited (OPML).
Inisiatif ini bertujuan mengoptimalkan peran komunitas agama dalam pengelolaan risiko lingkungan serta mendukung pembangunan yang lebih berkelanjutan.
Lebih lanjut, Hening Parlan menyoroti tantangan global yang mempengaruhi kesepakatan iklim internasional.
Baca Juga: Huawei Mate XT Ultimate Resmi Global! Ponsel Lipat Super Tipis Ini Bikin Samsung dan Apple Keder?
"Meskipun dinamika politik dunia sering kali menghambat upaya keberlanjutan, komunitas agama tetap harus bergerak dengan pendekatan berbasis nilai spiritual untuk menjaga kelestarian alam," pungkasnya.
Dengan kolaborasi lintas iman ini, diharapkan advokasi lingkungan dapat semakin kuat dan berdampak nyata.
Langkah ini bukan sekadar wacana, tetapi aksi nyata dalam mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.***