climate-justice

Menguak Berbagai Modus Kejahatan di Pasar Bursa Karbon dan Langkah Pencegahan

Kamis, 28 November 2024 | 06:00 WIB
Ilustrasi. Perdagangan karbon semakin menjadi sorotan global sebagai salah satu upaya melawan perubahan iklim.

HUKAMANEWS GreenFaith - Perdagangan karbon semakin menjadi sorotan global sebagai salah satu upaya melawan perubahan iklim. Namun, peluang besar ini juga menghadirkan risiko kejahatan yang serius, mulai dari manipulasi data hingga penipuan pajak.

Pakar hukum lingkungan sekaligus mantan Plt Pimpinan KPK tahun 2009, Achmad Santosa, memberikan pandangannya tentang pentingnya langkah strategis untuk mencegah dan menangani kejahatan karbon di Indonesia.

Achmad Santosa, atau yang akrab disapa Mas Otta, menjelaskan berbagai modus operandi yang sering terjadi dalam kejahatan karbon berdasarkan laporan internasional.

Baca Juga: Rekomendasi 6 Jenis Tanaman Hias Indoor Penyaring Udara Alami yang Mudah Ditanam, Lidah Mertua Hingga Sirih Gading

Dalam catatan Mas Otta, dilansir dari detik.com, setidaknya ada lima modus kejahatan karbon yang sering dipakai.

Pertama, Kredit Karbon Fiktif. Kredit karbon seringkali diperdagangkan tanpa ada dasar fisik, seperti penanaman pohon atau pengurangan emisi. Sifatnya yang tidak berwujud memungkinkan pemalsuan dokumen atau kepemilikan, memperbesar risiko korupsi.

Modus keedua yakni Manipulasi Pengukuran (MRV). Data pengukuran emisi sering dimanipulasi untuk mengklaim lebih banyak kredit karbon daripada yang sebenarnya dihasilkan. Praktik ini mencakup pelaporan data palsu dan analisis yang tidak kredibel.

Baca Juga: Mengulik Perspektif Hukum, Apakah Anak yang Terlibat Tindak Pidana Harus Dipidana?

Selanjutnya adalah klaim palsu tentang manfaat pasar karbon. Pelaku kejahatan sering memanfaatkan kompleksitas pasar karbon dengan membuat klaim menyesatkan tentang manfaat investasi di pasar karbon, yang merugikan pembeli atau investor.

Kemudian, Eksploitasi Regulasi yang Lemah. Regulasi keuangan yang lemah memungkinkan pelanggaran seperti penggelapan pajak dan pencucian uang. Kredit karbon yang diperdagangkan antarnegara sering kali sulit dilacak, sehingga menjadi celah bagi kejahatan lintas yurisdiksi.

Terakhir, yakni penipuan pajak. Jenis kejahatan ini mengeksploitasi perbedaan aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) antarnegara, dengan membeli karbon di negara tanpa PPN lalu menjualnya ke negara lain dengan harga jual yang mencakup PPN.

Baca Juga: Profil Mayor Teddy Indra Wijaya, Dari Ajudan Prabowo Hingga Sekretaris Kabinet, Sosok Militer Muda Berprestasi

Langkah Pencegahan

Untuk mencegah kejahatan karbon, Otta menyarankan penguatan regulasi dan penegakan hukum berdasarkan pengalaman internasional. Berikut beberapa langkah yang diusulkan:

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB