HUKAMANEWS GreenFaith- Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim (COP29) yang berlangsung hampir seminggu di Baku, Azerbaijan, sejak 11 November 2024, berakhir dengan kekecewaan besar. Berbagai negara yang berpartisipasi, terutama negara berkembang, menyuarakan rasa frustrasi mereka setelah hasil yang jauh dari harapan.
Sebelumnya, dalam rapat puncak ini, telah ditetapkan target ambisius yakni pengumpulan dana mitigasi krisis iklim sebesar 1 triliun dolar AS per tahun. Namun, yang tercapai hanya 300 miliar dolar AS—jumlah yang dirasa sangat jauh dari cukup untuk menanggulangi krisis yang sudah semakin mendesak.
Hasil yang diumumkan pada 24 November 2024 itu menyisakan kekecewaan mendalam bagi ratusan diplomat dari berbagai negara yang hadir, terutama negara-negara berkembang. Bagi mereka, dana yang terkumpul tidak akan cukup untuk mengatasi dampak serius perubahan iklim yang sudah mulai dirasakan.
Evans Njewa, diplomat dari Malawi yang memimpin blok negara-negara kurang berkembang, menyatakan kekecewaannya. "Ini meleset dari sasaran dan melesetnya jauh sekali," katanya.
Negara-negara yang paling terdampak oleh perubahan iklim, seperti negara-negara kepulauan kecil, bahkan memutuskan untuk meninggalkan ruang sidang sebagai bentuk protes. Mereka merasa bahwa suara mereka tidak didengar dalam proses perundingan.
Perundingan yang berlangsung di COP29 memang penuh tarik ulur. Negara-negara maju menuntut agar negara-negara besar seperti China dan Timur Tengah turut berkontribusi dalam pendanaan, mengingat kedua kawasan ini berkontribusi besar terhadap emisi karbon global. Namun, negara-negara ini menolak untuk terlibat dalam pembiayaan tersebut.
Diskusi yang terhenti membuat Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengungkapkan rasa kekecewaannya. Meskipun begitu, ia tetap mencoba untuk bersikap positif.
"Memang tidak sesuai harapan, tetapi kita tidak boleh putus asa. Ini adalah landasan bagi kita semua untuk terus memperbaiki keadaan," cetusnya.
Kekecewaan tidak hanya datang dari negara berkembang. Diplomat India, Leena Nanda, bahkan menyebutkan bahwa dokumen COP29 lebih bersifat formalitas daripada langkah konkret.
Dana yang terkumpul dianggap tidak akan cukup untuk mengatasi berbagai masalah besar yang dihadapi dunia, terutama yang berkaitan dengan pengurangan emisi karbon dan peralihan ke energi terbarukan.
Dampak terhadap Kepulauan Kecil dan Negara Miskin
Negara-negara kepulauan kecil yang menghadapi ancaman tenggelam akibat naiknya permukaan laut adalah salah satu pihak yang paling terpengaruh oleh hasil COP29.
Artikel Terkait
COP29 Akan Mengubah Nasib Bumi, Inilah 4 Fokus Utama Paling Mendesak dalam Menghadapi Krisis Iklim
Jadwal COP29 Baku, Harapan dan Aksi Nyata untuk Krisis Iklim Dunia
World Cities Day 2024, 6 Inovasi Kota Dunia untuk Hidup Lebih Nyaman dan Ramah Lingkungan
Cuaca Ekstrem Guncang Dunia! Peringatan Keras dari Bumi untuk Kita Semua, Alarm Krisis Iklim Makin Nyata
Hutan Wakaf hingga Fatwa Hijau Menggema di COP29, Aksi Nyata Muhammadiyah Lawan Perubahan Iklim
Hening Parlan, Merajut Keimanan dan Keberlanjutan Lingkungan untuk Selamatkan Bumi