Namun, beliau menekankan bahwa perintah tersebut harus dipahami dalam konteks tanggung jawab, seperti seorang tukang kebun yang merawat kebunnya—mengambil secukupnya, namun memastikan kebun tetap lestari dan bisa tumbuh.
Buku "Silent Spring" karya Rachel Carson, yang diterbitkan pada tahun 1962, menjadi tonggak penting dalam kesadaran global tentang krisis lingkungan.
Romo Magnis menyebut bahwa sejak saat itu, gereja Kristen mulai menyadari bahwa pemahaman mereka tentang alam harus berubah.
Baca Juga: Miliki Kamera Setara DSLR yang Tahan Air dan Debu, Inilah 5 Smartphone OPPO Terbaru 2024
Tidak lagi sekadar menguasai dan memanfaatkan, tetapi merawat dan melestarikan. Ini menjadi landasan penting dalam gerakan lingkungan yang berbasis pada ajaran Kristen.
Meskipun gerakan lingkungan berbasis agama, seperti *Green Islam*, semakin berkembang di Indonesia, masih ada banyak tantangan untuk menjadikannya populer di tingkat akar rumput.
Banyak masyarakat yang belum merasakan urgensi dari kerusakan lingkungan.
Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya akses informasi, rendahnya kesadaran, atau karena masalah ekonomi yang lebih mendesak.
Baca Juga: 5 Smartwatch Terbaik di 2024, Lengkapi Gaya Aktifmu dengan Fitur Canggih, Stylish, dan Gokil,
Namun, agama memiliki potensi besar untuk menggerakkan perubahan.
Dengan jumlah umat beragama yang besar, Indonesia memiliki kekuatan sosial yang signifikan untuk menjadikan pelestarian lingkungan sebagai agenda utama.
Organisasi-organisasi keagamaan dapat menjadi agen perubahan yang efektif jika mereka mampu menyentuh kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pengajaran agama yang mengaitkan keimanan dengan tanggung jawab terhadap alam dapat menjadi alat yang kuat untuk meningkatkan kesadaran lingkungan di berbagai lapisan masyarakat.
Baca Juga: Heboh Akun Fufufafa, Inilah Cara Menghapus Jejak Digital di Kaskus dengan Mudah
Selain itu, peran tokoh agama seperti Romo Magnis dan pemimpin organisasi Islam dalam menyuarakan pentingnya menjaga lingkungan bisa memberikan dampak yang besar.