“Empati harus ditumbuhkan menjadi aksi nyata. Visualisasi informasi dan kisah-kisah baik di lapangan penting ditampilkan agar orang terdorong ikut bergerak,” katanya.
Baca Juga: Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi
Parid menambahkan, perubahan tidak lahir dari ruang hampa.
“Ia lahir dari nilai keyakinan, dari panggilan manusia untuk bekerjasama menjaga bumi demi generasi mendatang,” ujarnya.
Empati sebagai Bahasa Universal
Buku Spiritual Changemakers menegaskan visi Ashoka: Everyone a Changemaker. Dengan mengedepankan empati sebagai bahasa universal, spiritualitas tidak hanya menjadi ranah batiniah, melainkan panduan untuk bertindak di tengah krisis global.
Di dalamnya, keberagaman iman dipadukan dengan praksis sosial-ekologis—dari membersihkan sungai, mengelola sampah, hingga menggerakkan komunitas beriman menjaga alam. Semuanya menjadi bukti bahwa nilai spiritual bisa menyalakan lentera perubahan.
Peluncuran ini bukan sekadar menghadirkan sebuah buku, melainkan mengajak publik melihat spiritualitas sebagai energi kolektif. Energi yang lahir dari keragaman, dipandu empati, dan diwujudkan dalam aksi nyata untuk bumi dan kemanusiaan.***
Artikel Terkait
Perjuangan Warga Pulau Pari Menolak Tenggelam di Tengah Krisis Iklim
Kondisi Pulau Pari Saat Ini: Pernah Makmur Kini Terjepit Abrasi, Reklamasi, dan Kriminalisasi
Ekoteologi dan Krisis Lingkungan: Menemukan Titik Temu Agama dan Bumi
Sidang Gugatan Iklim Warga Pulau Pari terhadap Holcim Dimulai di Swiss
Air Wudhu, Cahaya Surya, dan Jelantah: Ikhtiar Ekologi dari PRM Getassrabi Kudus