Sebagai tawaran jalan keluar, Maimunah menyodorkan konsep kekuatan bersama (power with): solidaritas lintas tubuh, lintas komunitas, dan lintas spesies. Ini bentuk perlawanan sehari-hari yang tidak selalu revolusioner, tapi konsisten dan terhubung secara etis. Ia mengajak untuk melihat tubuh sebagai bagian dari tanah-air, bukan entitas terpisah.
“Hubungan tubuh–tanah air adalah bentuk perlawanan harian terhadap relasi kuasa. Ini bukan slogan, tapi praksis hidup,” ungkapnya.
Dalam penutupnya, Siti Maimunah menyerukan pentingnya “berkoalisi dengan alam dan leluhur.” Sebuah ajakan untuk belajar, berpikir, dan bertindak tidak hanya demi masa depan, tetapi demi penyembuhan luka masa lalu yang terus diwariskan oleh sistem yang rakus.
Ekofeminisme bukan sekadar teori, melainkan praksis harian untuk hidup lebih adil, bagi manusia dan seluruh ciptaan. Dalam napas kita, dalam makanan yang kita kunyah, dalam air yang kita minum—di sanalah tubuh kita terhubung dengan tubuh bumi.
“Dan hanya dengan kesadaran itu, kita bisa merawat dunia yang sedang sakit ini,” pungkas Maimunah.***
Artikel Terkait
GreenFaith Indonesia Mendorong Generasi Muda Lintas Iman Pimpin Gerakan Keadilan Iklim
Ironi Nikel: Hijau di Negeri Orang, Hitam di Negeri Sendiri; Potret Dosa Ekologi Tambang Nikel Indonesia
Walk for Peace: Menapaki Langkah Damai, Menjaga Bumi Bersama untuk Keadilan Iklim
Interfaith Youth and Persons with Disabilities Walk for Climate Justice in Jakarta
Green Youth Quake: Ketika Pemuda NU dan Muhammadiyah Bangkit Hadapi Krisis Iklim