“Tekanan terhadap daya beli masyarakat di wilayah perkotaan menciptakan pola konsumsi baru seperti Rohana dan Rojali,” ujar Abra.
Fenomena ini, menurutnya, menjadi peringatan dini bagi pemerintah agar lebih sigap dalam menyusun strategi pemulihan ekonomi yang menyasar kelompok rentan di perkotaan.
Tanpa langkah konkret dan cepat, potensi pertumbuhan ekonomi dari sektor konsumsi—yang selama ini jadi tulang punggung PDB Indonesia, bisa terus tergerus.
Apalagi, sektor informal sebagai penyerap tenaga kerja terbesar di perkotaan justru paling rentan terhadap krisis ekonomi.
Abra menekankan pentingnya kebijakan yang menyentuh langsung problem keseharian masyarakat.
Mulai dari subsidi harga bahan pokok yang lebih tepat sasaran, bantuan langsung tunai untuk sektor informal, hingga kebijakan transportasi publik yang ramah kantong, harus segera digenjot.
Hal ini penting agar tekanan terhadap pengeluaran rumah tangga bisa dikurangi dan konsumsi rumah tangga kembali meningkat.
Jika dibiarkan, tren Rohana dan Rojali bukan cuma jadi bahan guyonan di media sosial, tapi bisa menjadi refleksi suram dari kegagalan kebijakan ekonomi negara.***