Perang Tarif Baru Akan Dimulai, Tekstil Dalam Negeri Sudah Terjadi Penurunan Pesanan

photo author
- Selasa, 8 April 2025 | 19:59 WIB
Sejumlah peserta dilatih menjahit dengan mesin jahit high speed di Balai Industri Produk Tekstil dan Alas Kaki (BIPTAK) Disperindag Provinsi Jawa Tengah, Rabu (15/11). (suaramerdeka.com/Irawan Aryanto)
Sejumlah peserta dilatih menjahit dengan mesin jahit high speed di Balai Industri Produk Tekstil dan Alas Kaki (BIPTAK) Disperindag Provinsi Jawa Tengah, Rabu (15/11). (suaramerdeka.com/Irawan Aryanto)

HUKAMANEWS - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi garda terdepan yang terkena dampak perang dagang Donald Trump. Mulai 9 April 2025, AS akan menerapkan tarif bea masuk sebesar 32% terhadap berbagai produk asal Indonesia, termasuk pakaian jadi.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menyebut efek kebijakan tarif baru tersebut langsung terasa, bahkan hanya berselang dalam dua hari sejak pengumuman. Para produsen TPT di Indonesia langsung menerima kabar mengejutkan dari para pembeli (brand) di Amerika Serikat.

"Anggota kami mendapatkan email dan surat dari brand, mereka meminta hold produksi dan pengiriman, dan ada juga permintaan diskon 15%," ungkap Jemmy dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa, 8 April 2025.

Baca Juga: Aktivis Nicho Silalahi Pertanyakan Sejauh Mana Kejaksaan Agung Usut Tuntas Kasus Oplosan BBM yang Rugikan Uang Negara Rp 1.000 T

Kebijakan tarif yang diberlakukan oleh AS itu menimbulkan guncangan permintaan (demand shock) yang serius. Para buyer di Negeri Paman Sam bahkan memprediksi penurunan permintaan hingga 30%.

"Kita harus siap menghadapi demand shock yang serius. Dampak dari oversupply produksi dan likuidasi barang-barang yang dibatalkan perlu segera dimitigasi agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada industri TPT nasional," ujarnya.

Namun, di tengah tekanan itu, Jemmy menyebut masih ada peluang untuk melakukan negosiasi. Salah satu opsi yang dikaji API adalah dengan strategi meningkatkan impor kapas dari AS. Saat ini, porsi pembelian kapas dari Amerika baru sekitar 17% dari total kebutuhan nasional.

Baca Juga: World War 3 Dimulai! Bukan Lagi Perang Senjata, Dunia Kini Masuki Era Perang Dagang yang Bisa Picu Krisis Global

"Kita bisa tawarkan peningkatan pembelian kapas dari AS menjadi 50%," ungkap dia.

Dengan pendekatan ini, pelaku industri berharap pemerintah Indonesia dapat menegosiasikan keringanan tarif ekspor pakaian jadi ke AS. Skema yang diajukan mengacu pada executive order Presiden Trump yang memperbolehkan tarif lebih rendah jika nilai komponen asal AS dalam produk mencapai 20%.

"Jika ini berhasil dinegosiasi, tarif yang diberlakukan sebesar 32% dapat diturunkan ke tingkat yang lebih manageable," kata Jemmy.

Baca Juga: Di Balik Kemenangan Red Sparks, Ada Tim Hore Kekasih Mega Hadir Dukung Keberhasilan Liga Voli Korea

Di sisi lain, Jemmy juga menanggapi isu yang kerap muncul soal mesin industri tekstil Indonesia yang disebut sudah tua. Ia menegaskan, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.

"Penting untuk meluruskan stigma bahwa permesinan industri TPT nasional sudah tua. Itu tidak semuanya benar. Faktanya, masih banyak pabrik di Indonesia yang melakukan reinvestasi," ucapnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Elizabeth Widowati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X