Sudah saatnya dinamika politik dijalankan dengan harmoni: oposisi kritis tetap hadir, tetapi loyal kepada konstitusi; pemerintah responsif namun tak alergi kritik. Koherensi semacam itu ialah prasyarat utama agar demokrasi melahirkan kemakmuran, bukan keributan.
Di hadapan tantangan global—perang dagang, krisis iklim, disrupsi teknologi—Indonesia mustahil melaju jika energinya disedot polemik pemakzulan yang rapuh argumen. Mari jaga demokrasi ini dengan akal sehat, bukan dengan nafsu politik. Jaga konstitusi sebagai rumah bersama, bukan alat mainan kekuasaan. Pemakzulan bukanlah alat untuk menyelesaikan ketidaksukaan. Jika ini terus dibiarkan, Indonesia bukan hanya akan kehilangan arah, tapi juga kehilangan martabatnya sebagai negara hukum.
Kita ingin Indonesia yang maju, adil, dan bermartabat. Tapi itu hanya mungkin terjadi jika semua pihak—terutama elite politik dan militer—tunduk pada hukum dan menghormati kehendak rakyat.***