HUKAMANEWS – Kekuasaan di negeri ini seringkali dibungkus dengan topeng moralitas dan jargon pengabdian. Para politisi, pejabat, dan elite, tanpa ragu berbicara tentang keadilan, kesejahteraan, dan pengentasan kemiskinan. Namun, di balik pidato-pidato itu, mereka sibuk menumpuk kekayaan pribadi. Kekuasaan yang seharusnya menjadi alat untuk melayani justru dijadikan tameng untuk melindungi kepentingan mereka sendiri.
Pengamat Hukum dan Politik Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai kegelisahan mendalam tentang prilaku munafik para elite di negeri ini yang bersembunyi di balik atribut kekuasaan. Mantan Ketua Komisi III DPR ini menyebut mereka tak ubahnya para munafik, yang berbicara tentang moralitas di podium, tetapi mengkhianati rakyatnya di ruang-ruang gelap transaksi kekuasaan. Berikut ini catatan lengkapnya:
***
Indonesia, sebuah negeri yang dikaruniai kekayaan alam melimpah, ironi justru tumbuh subur. Negeri yang seharusnya menjadi surga bagi rakyatnya, kerap berubah menjadi ladang pembantaian keadilan, moralitas, dan integritas. Para pemimpin yang diharapkan menjadi pembela rakyat justru menjadi perampok berdasi, berlindung di balik atribut kekuasaan. Mereka adalah para munafik, yang berbicara tentang moralitas di podium, tetapi mengkhianati rakyatnya di ruang-ruang gelap transaksi kekuasaan.
Baca Juga: Pagar Laut di Tangerang: Ujian Nyata untuk Kabinet Merah Putih
Janji politik sering kali menjadi gula-gula yang dihidangkan kepada rakyat setiap kali pesta demokrasi berlangsung. Dengan pidato yang menggelegar dan retorika penuh harapan, para pemimpin berusaha meyakinkan rakyat bahwa mereka adalah penyelamat bangsa. Namun, setelah kursi kekuasaan berhasil digenggam, janji-janji tersebut menguap tanpa bekas.
Di balik janji-janji manis tersebut, tersimpan agenda tersembunyi. Kekuasaan bukan lagi alat untuk melayani rakyat, melainkan komoditas yang diperdagangkan.
Para pemimpin sibuk membangun dinasti politik, melindungi kepentingan kelompoknya, dan mempertebal kantong pribadi. Negeri ini pun menjadi panggung bagi pertunjukan kemunafikan, di mana moralitas hanya menjadi hiasan untuk menutupi kerakusan.
Baca Juga: Emil Salim Ingatkan Kabinet Prabowo: Jangan Lupa, Kerja untuk Bangsa Bukan Golongan!
Aparat Hukum yang Membisu
Ketidakadilan di negeri ini bukan hanya tentang para oknum pemimpin yang korup, tetapi juga tentang aparatur negara yang menjadi bagian dari sistem yang bobrok. Penegakan hukum sering kali menjadi dagelan ketika aparat hukum justru tunduk pada kekuasaan. Alih-alih menjadi pelindung keadilan, mereka berubah menjadi kaki tangan para perampok berdasi.
Fenomena ini menjadi semakin nyata ketika kita menyaksikan berbagai kasus korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh besar. Bagaimana bisa seorang pejabat yang berbicara lantang tentang antikorupsi ternyata justru menjadi dalang dari praktik-praktik suap yang terorganisir? Mereka, yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, justru menjadi ancaman terbesar bagi negara ini.
Sudah menjadi rahasia umum bila kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi sering kali berakhir dengan kesepakatan di balik layar. Para pelaku korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah justru mendapatkan hukuman ringan atau bahkan dibebaskan karena "alasan kemanusiaan." Sebaliknya, rakyat kecil yang mencuri karena lapar dihukum berat tanpa ampun. Hukum di negeri ini seolah hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.