HUKAMANEWS - Indonesia, negeri yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa dengan kekayaan alam melimpah, seharusnya menjadi surga bagi rakyatnya. Namun, di balik keindahan alam dan potensi besar ini, ada satu "harta karun" lain yang justru menjadi ironi: surplus "oknum". Di setiap lini kehidupan—politik, hukum, pendidikan, bahkan agama—oknum-oknum ini seperti virus yang menjalar, merusak tatanan dan mengkhianati amanah yang dipercayakan kepada mereka.
Pengamat hukum dan politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai pandangan kritis terhadap fenomena 'okumisasi' di segala lini di negeri ini dalam catatan analisisnya sebagai berikut:
***
"OKNUM" adalah istilah yang sering digunakan untuk merujuk kepada individu-individu tertentu yang menyimpang dari tugas atau tanggung jawabnya. Kata ini kerap menjadi tameng untuk melindungi institusi dari citra buruk akibat perilaku anggota tertentu.
Sebagai contoh, ketika seorang pejabat terjerat kasus korupsi, narasi yang muncul biasanya, "Ini ulah oknum, bukan mencerminkan lembaga." Seolah-olah, dengan menyematkan label "oknum", masalah selesai dan tanggung jawab institusi terlepas.
Namun, apa yang terjadi jika "oknum" tidak lagi menjadi pengecualian, melainkan menjadi norma? Apa yang terjadi jika keberadaan mereka lebih mencolok daripada yang berintegritas? Sayangnya, inilah potret banyak sektor di negeri ini, mulai dari lini politik, hukum, pendididkan, bahkan hingga agama.
Politik, Surga bagi Oknum
Dunia politik di Indonesia sering menjadi sorotan terkait maraknya oknum yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada rakyat. Janji kampanye yang indah hanya menjadi utopia ketika para politisi yang duduk di kursi kekuasaan sibuk dengan proyek bagi-bagi kue kekuasaan.
Fenomena "politik transaksional" adalah bukti nyata bagaimana oknum merusak demokrasi. Partai politik sering kali tidak lagi menjadi rumah aspirasi rakyat, tetapi menjadi kendaraan ambisi pribadi dan kelompok. Kepentingan rakyat terabaikan di tengah pesta pora anggaran dan distribusi jabatan. Lalu, ketika kritik datang, kembali muncul narasi klise: "Ini hanya ulah segelintir oknum."
Pertanyaannya, sampai kapan rakyat harus puas dengan jawaban seperti ini?
Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Lini hukum juga tidak luput dari "oknumisasi". Ketika hukum seharusnya menjadi pilar keadilan, justru di tangan oknum, hukum menjadi alat untuk menekan yang lemah dan melindungi yang kuat.
Artikel Terkait
Harun Masiku, PDIP, dan KPK: Sebuah Catatan Kelam Penegakan Hukum di Indonesia
Vonis Ringan Koruptor Timah, Ketimpangan Hukum, dan Tantangan Kepemimpinan Pemerintahan Prabowo
Keputusan MK Hapus Presidential Threshold Peluang atau Bumerang bagi Demokrasi?
Hasto, KPK, dan Megawati: Drama Politik PDIP yang Memicu Kontroversi
Bukan Koalisi, Bukan Oposisi: Membaca Manuver Abu-Abu PDIP di Pemerintahan Prabowo