HUKAMANEWS - Ketika berbicara tentang demokrasi, Indonesia sering disebut sebagai salah satu negara dengan sistem demokrasi terbesar di dunia. Namun, di balik klaim ini, realitas politik di tanah air masih jauh dari ideal.
Pengamat hukum dan politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., dalam analisis politiknya menyebut, partai politik, yang seharusnya menjadi pilar utama demokrasi, justru sering menjadi sumber masalah besar, terutama dalam hal korupsi. Fenomena ini tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga menghambat kemajuan sosial, ekonomi, dan politik bangsa. Berikut ini catatan lengkapnya.
***
PARTAI POLITIK di Indonesia telah lama menjadi sorotan karena melahirkan banyak koruptor yang merugikan negara. Elite-elite politik yang semestinya bekerja untuk kepentingan rakyat justru sibuk mengeruk keuntungan pribadi. Kepentingan rakyat, yang menjadi inti dari sistem demokrasi, sering kali terabaikan.
Pemerintahan yang lemah, regulasi yang tumpang tindih, dan kurangnya akuntabilitas menciptakan peluang besar bagi para politisi untuk merampok uang negara.
Tidak hanya itu, lingkungan hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menjaga keadilan justru turut andil dalam melanggengkan praktik korupsi.
Sistem hukum yang rapuh dan cenderung dikendalikan oleh segelintir kelompok, termasuk pengusaha-pengusaha hitam, membuat korupsi berkembang dengan cepat. Bahkan, jabatan strategis di berbagai lembaga sering kali diberikan kepada individu yang tidak setia pada konstitusi dan lebih mementingkan kepentingan kelompok mereka.
Baca Juga: Viral di TikTok, Video Soal Bambang Pacul Keluar dari PDIP, Benarkah Begitu? Simak Klarifikasinya
Demokrasi yang Mandek
Sejak era reformasi, Indonesia telah menerapkan sistem demokrasi langsung melalui pemilihan kepala daerah (pilkada). Namun, praktik ini tidak selalu membawa dampak positif. Biaya pilkada yang mahal menjadi salah satu akar masalah. Untuk memenangkan kontestasi, para calon sering kali harus mengeluarkan dana besar, yang membuka peluang untuk penyimpangan, kolusi, dan korupsi.
Ironisnya, demokrasi Indonesia berjalan di tempat. Dalam 78 tahun kemerdekaan, masyarakat Indonesia belum menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam memahami pentingnya memilih pemimpin berkualitas.
Bahkan, dibandingkan dengan negara-negara tetangga, kemampuan dan kualitas masyarakat Indonesia masih tertinggal jauh. Demokrasi yang diharapkan dapat menjadi alat untuk mencerdaskan bangsa justru menjadi ajang untuk mempertahankan oligarki dan praktik politik yang tidak sehat.
Baca Juga: Menguak Skandal TPPU Andhi Pramono, Dirut PT Wirindo Pratama Dipanggil KPK