analisis

Kontradiksi PPN 12 Persen dan Janji Prabowo Makmurkan Rakyat Indonesia

Senin, 18 November 2024 | 19:15 WIB
Ilustrasi kenaikan PPN 12 Persen. Rencana pemerintahan Prabowo menaikkan PPN jadi 12 persen di tengah kondisis perekonomian masyarakat yang sulit dianggap kontradiktif dengan janjinya memakmurkan rakyat Indonesia.

 

HUKAMANEWS - Prabowo Subianto memulai pemerintahannya dengan visi yang ambisius. Namun, janji besar seperti menghapus kemiskinan memerlukan keberanian, inovasi, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Kenaikan PPN menjadi ujian pertama: apakah ini langkah awal menuju transformasi ekonomi atau sekadar langkah pragmatis yang mengorbankan rakyat demi angka-angka di laporan keuangan negara?

Pengamat hukum dan politik Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai catatan menarik dalam analisis politiknya berikut ini.

***

PRESIDEN Prabowo Subianto memulai masa pemerintahannya dengan visi besar: menghapus kemiskinan, meningkatkan taraf hidup rakyat, menyediakan makan siang gratis, membangun tiga juta rumah, hingga menciptakan jutaan lapangan kerja.

 Baca Juga: Ridwan Kamil Sebut Nama Ahok Gubernur DKI Paling Brutal, Netizen Auto Serang RK, Gak Inget Gusur Paksa Warga Tamansari Bandung?

Ambisi ini membawa harapan baru bagi rakyat Indonesia. Namun, di balik visi mulia tersebut, muncul pertanyaan besar: bagaimana visi ini akan dibiayai, terutama dengan rencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%? 

Rencana menaikkan PPN menjadi 12% memunculkan perdebatan. Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendukung target ambisius Prabowo, termasuk pertumbuhan ekonomi 8% per tahun. Di sisi lain, langkah ini dinilai bertentangan dengan janji peningkatan taraf hidup masyarakat. Kenaikan PPN berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa di pasar, yang otomatis melemahkan daya beli rakyat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.  

APBN Rp8.000 Triliun: Tantangan atau Ilusi? 

Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%, pemerintah diperkirakan memerlukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekitar Rp8.000 triliun per tahun, dua kali lipat dari anggaran saat ini. Namun, proyeksi Kementerian Keuangan untuk APBN 2025 hanya mencapai Rp3.600 triliun. Bahkan, jumlah ini pun belum sepenuhnya tersedia dalam bentuk uang nyata. Artinya, rencana ini lebih bersifat prediktif ketimbang realistis.

Baca Juga: Kenaikan Pajak Bikin PHK Massal, DPR Minta PPh 21 Dikaji Ulang! Benarkah Beban Pajak Semakin Berat?

Laporan dari IMF menunjukkan skeptisisme terhadap target ini, mengingat Indonesia masih menghadapi masalah struktural di sektor keuangan. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan uang kartal yang dimiliki negara. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa uang kartal yang beredar hanya sekitar Rp954,5 triliun. Angka ini jauh dari cukup untuk menggerakkan ekonomi sebesar Indonesia, alih-alih mendukung target pertumbuhan 8%. 

Belajar dari Amerika, negara adidaya ini pernah menghadapi krisis keuangan besar pada 2008-2009. Untuk mengatasi masalah tersebut, mereka mencetak uang dalam jumlah besar, mencapai 2000 miliar dolar AS, atau sekitar 30.000 triliun rupiah. Namun, langkah ini didukung oleh faktor produktif dan proyek-proyek besar di bawah pengaruh kekuatan ekonominya. 

Sayangnya, Indonesia tidak memiliki posisi serupa. Ketergantungan pada mata uang asing seperti dolar AS dan euro membuat rupiah terjepit. Sebagian besar transaksi ekspor-impor menggunakan mata uang asing, yang secara langsung mengurangi sirkulasi rupiah di pasar domestik. Hal ini juga berdampak pada kemampuan pemerintah membayar utang luar negeri.

Baca Juga: 3 DPO Mafia Akses Judol Komdigi Diciduk di Bandara, Polisi Beberkan Fakta Mengejutkan dan Sita BB Senilai Rp 600 Juta

Halaman:

Tags

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB