Lalu, apakah benar ribuan massa yang turun ke jalan dengan slogan "Indonesia Darurat Demokrasi" adalah korban dari narasi dan isu yang digiring oleh elite partai untuk melengserkan Jokowi?
Fenomena Kaesang, Golkar, dan Pilkada 2024
Kisruh ini juga tidak bisa dilepaskan dari dugaan adanya kepentingan terkait pencalonan Kaesang Pangarep sebagai bakal calon wakil gubernur Jawa Tengah. Terhambat oleh batas usia, berbagai cara ditempuh agar Kaesang tetap bisa maju. Isu ini semakin memanas dengan fenomena "pembegalan" partai Golkar oleh kekuatan tertentu. Sepertinya cukup masuk akal, bukan?
Namun, satu hal yang ingin penulis tegaskan bahwa apa yang terjadi beberapa hari ini di ruang badan legislasi nasional dan sikap fraksi-fraksi yang berusaha membuat terobosan untuk menganulir keputusan MK, justru merupakan sikap politik yang sangat bertentangan dengan konstitusi.
Tidak dapat dibayangkan jika fraksi-fraksi di Baleg DPR nekat mengesahkan RUU Pilkada, maka Pilkada di seluruh Indonesia akan inskontitusional. Semua anggota Baleg harus paham betul kondisi ini, dan tahu bagaimana kedudukan MK serta putusanya yang bersifat final dan mengikat.
Kejadian saat ini, harusnya menjadi refleksi sekaligus koreksi bagi seluruh partai politik di tanah air. Sudah menjadi rahasia umum bahwa partai-partai politik ‘menitipkan’ orang-orangnya untuk duduk sebagai hakim konstitusi. Ini tercermin ketika dalam pemilihan hakim MK, banyak partai politik yang terlibat dan memiliki kepentingan. Namun akhirnya itu menjadi boomerang, ketika keputusan MK tak sejalan dengan harapan mayoritas partai politik yang ada di Senayan, sehingga terjadilah ‘perang’ seperti sekarang.
Koalisi Indonesia Maju harus hati-hati menyikapi hal ini. Jika salah melangkah, maka bukan tidak mungkin akan banyak pemilih kalangan Gen Z dan Milenial meninggalkan KIM dalam Pilkada serentak 2024.
Dalam demokrasi, setiap orang bebas beropini, asalkan bisa dipertanggungjawabkan. Penulis membayangkan, seandainya ribuan massa yang turun ke gedung DPR juga menuntut DPR untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset yang diusulkan pemerintah, agar para koruptor tidak leluasa menggarong uang rakyat, mungkin ini bisa menjadi agenda yang lebih mendesak dan perlu segera diselesaikan.
Baca Juga: Seruan Lintas Agama untuk Selamatkan Bumi: Krisis Iklim dan Tanggung Jawab Kemanusiaan
Apapun itu, kita patut bersyukur bahwa rakyat Indonesia sangat peduli dengan kondisi demokrasi di Tanah Air. Karena, kesadaran rakyat adalah masa depan demokrasi Indonesia.
Kepedulian ini diharapkan bisa menjadi kontrol sosial agar para wakil rakyat di DPR tidak semena-mena mengubah undang-undang sesuai kepentingan politik sesaat.***