Perdebatan soal yuridis formal tidak boleh menutupi pesan substantif putusan ini: pemilu harus kembali manusiawi, rasional, dan berkeadilan. Indonesia tidak bisa terus-menerus mempertaruhkan keselamatan rakyat dan kualitas suara hanya demi memuja “keserentakan” yang tak efisien.
Inilah waktunya mendesain ulang pemilu dengan kepala dingin, agar demokrasi kita tidak sekadar prosedur yang riuh, tetapi sungguh-sungguh bermartabat. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari karena kehilangan momentum berharga yang telah dibukakan oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Demokrasi yang sehat tidak lahir dari kemegahan semu, melainkan dari proses yang adil, manusiawi, dan sungguh-sungguh menjunjung kedaulatan rakyat.***
Artikel Terkait
Surat Purnawirawan TNI dan Bahaya Makar Terselubung, Negara Tak Boleh Diam!
Peta Baru Kemiskinan Global dan Korupsi yang Mengakar: Saatnya Prabowo Menepati Janji
Pendidikan dan Kesehatan: Pilar Peradaban yang Terabaikan di Tengah Elite Korup dan Kepemimpinan yang Kehilangan Arah
Kenaikan Gaji Tak Menjawab Krisis Etika Hakim
Prabowo dan Janji Antikorupsi: Rakyat Butuh Aksi, Bukan Narasi