Jokowi dan PSI memang belum tentu akan menjadi kekuatan baru yang stabil. Tapi jika mereka menawarkan ruang yang lebih terbuka, meritokratis, dan tidak feodalistik, PDIP akan ditinggalkan bukan karena dibenci, tapi karena gagal beradaptasi.
Penundaan kongres bisa jadi strategi, tapi bisa juga menjadi senjata makan tuan. Politik tak mengenal ruang hampa. Ketika publik kehilangan harapan, mereka akan mencari tempat baru. PDIP sedang bertaruh dengan waktu, dan dalam politik, waktu adalah segalanya.
Kini publik tak menanti siapa yang akan ditunjuk, melainkan siapa yang akan muncul dengan keberanian membawa perubahan. Dan perubahan itu tak akan lahir dari ketakutan. Ia lahir dari keberanian membuka ruang dan meninggalkan kebesaran masa lalu. Jika Megawati tak sanggup melakukan itu, maka ia tidak lebih baik dari mereka yang ia tuding rakus kekuasaan.
Demokrasi tak lahir dari pengultusan individu. Ia tumbuh dari kompetisi gagasan dan keberanian melepas kendali. Saatnya Megawati memahami: partai yang besar bukan yang selalu dipegang satu tangan, tapi yang berani membuka jalan. ***
Artikel Terkait
Ijazah Jokowi, Desakan Copot Gibran, dan Ambruknya Akal Sehat Demokrasi
Elite, Bekerjalah Dulu untuk Rakyat, Baru Bicara 2029
Nasib RUU Perampasan Aset dan Jalan Terjal Prabowo Melawan Korupsi
Kejaksaan Dijaga TNI, Polisi Ditinggal Pergi, Di Mana Prabowo Berdiri di Tengah Darurat Korupsi?
Melindungi Marwah Demokrasi dari Politik Fitnah