Selain itu, kontroversi mengenai figur-figur yang berada di belakang Danantara juga tak bisa diabaikan. Keberadaan Joko Widodo sebagai pengawas Danantara, serta penunjukan Pandu Sjahrir—keponakan Luhut Binsar Pandjaitan—sebagai Chief Investment Officer (CIO), menimbulkan pertanyaan besar tentang netralitas dan kepentingan politik yang mungkin bermain di balik badan ini.
Belajar dari Kasus SWF di Negara Lain
Indonesia bukan satu-satunya negara yang membentuk sovereign wealth fund (SWF) untuk mengelola kekayaan negara. Namun, banyak negara yang gagal dalam menjalankan konsep ini akibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Malaysia, misalnya, mengalami skandal besar dalam kasus 1MDB, di mana dana investasi negara disalahgunakan hingga miliaran dolar. Skandal ini bahkan menyeret mantan Perdana Menteri Najib Razak ke dalam jeratan hukum.
Belajar dari pengalaman buruk ini, pengawasan terhadap Danantara harus diperketat sejak awal. Transparansi dan akuntabilitas tidak boleh hanya menjadi jargon politik. Pemerintah harus memastikan bahwa badan ini benar-benar bisa diaudit oleh lembaga independen seperti BPK dan KPK. Jika tidak, Danantara hanya akan menjadi reinkarnasi dari skandal-skandal keuangan sebelumnya.
Baca Juga: UI Copot Gelar Doktor Bahlil Usai Temui 4 Pelanggaran, Bahlil Juga Wajib Tulis Ulang Disertasi!
Untuk memastikan Danantara tidak jatuh ke tangan elite serakah, ada beberapa langkah yang perlu segera dilakukan:
(1) Audit Transparan dan Berkala. Pemerintah harus menjamin bahwa semua transaksi Danantara dapat diaudit secara berkala oleh BPK dan KPK. Laporan keuangan badan ini juga harus dipublikasikan secara terbuka agar masyarakat bisa ikut mengawasi.
(2) Peran Serta Masyarakat Sipil. Partisipasi publik dalam mengawasi Danantara sangat penting. Organisasi masyarakat sipil dan media harus diberi akses untuk mengawal setiap kebijakan dan penggunaan dana yang dilakukan oleh badan ini.
(3) Hukuman Berat bagi Pelaku Korupsi. Jika terbukti ada praktik korupsi dalam pengelolaan Danantara, hukum harus ditegakkan sekeras mungkin. Tidak boleh ada impunitas bagi mereka yang menyalahgunakan dana publik, termasuk pejabat tinggi sekalipun.
(4) Menjaga Independensi Pengawas. Pengawasan terhadap Danantara tidak boleh melibatkan figur-figur yang memiliki konflik kepentingan. Pemilihan pengawas harus melalui proses yang transparan dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
(5) Keterlibatan Internasional. Untuk mencegah praktik pencucian uang dan penyalahgunaan dana, pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga internasional yang memiliki pengalaman dalam mengawasi SWF di berbagai negara.
Baca Juga: Daya Beli Masyarakat Jelang Idul Fitri Mulai Melambat, Ini Sebabnya
Pada akhirnya, masa depan Danantara bergantung pada keberanian menegakkan integritas elite kekuasaan dan para pengelolanya. Danantara bisa menjadi tonggak baru dalam pengelolaan kekayaan negara yang membawa manfaat bagi rakyat, atau justru menjadi alat baru bagi elite serakah untuk memperkaya diri.
Kini, keputusan ada di tangan pemerintah dan masyarakat. Jika transparansi dan pengawasan dapat ditegakkan dengan ketat, ada harapan bahwa Danantara benar-benar akan menjadi instrumen pembangunan nasional yang membawa kesejahteraan.
Artikel Terkait
Pelajaran Politik dari Kisruh Elpiji 3 Kg
Kasus Pagar Laut Tangerang, Penegakan Hukum Harus Berbasis Fakta, Bukan Asumsi Ceroboh
Kebakaran Misterius di Gedung Kementerian ATR/BPN, Budaya Korupsi, dan Politik Sandera
Raja Kecil, ASN Nakal, dan Gaduhnya Efisiensi Anggaran
Korupsi dan Ironi Demokrasi, ketika Suara Rakyat Dijual di Pasar Gelap
Megawati dan Pembangkangan Politik