Membaca Kompleksitas Diplomasi Indonesia dan China, Perlu Langkah Bijak Prabowo Agar Tidak Terjebak Permainan Geopolitik Beijing

photo author
- Kamis, 14 November 2024 | 13:20 WIB
Presiden Prabowo Subianto harus bijak dalam mengambil keputusan kerjasama pemerintah Indonesia dengan China, terutama terkait penggunaan istilah “overlapping claims” dalam pernyataan bersama.
Presiden Prabowo Subianto harus bijak dalam mengambil keputusan kerjasama pemerintah Indonesia dengan China, terutama terkait penggunaan istilah “overlapping claims” dalam pernyataan bersama.

Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

Kementerian Luar Negeri RI menanggapi kekhawatiran ini dengan menegaskan bahwa kerja sama dengan China dalam bidang maritim tidak diartikan sebagai pengakuan atas klaim China di Laut China Selatan. Indonesia tetap berpegang pada prinsip hukum internasional UNCLOS 1982, yang tidak mengakui Nine-Dash Line sebagai dasar klaim sah di perairan tersebut. Kemenlu juga menambahkan bahwa kerja sama ini bertujuan untuk menciptakan model kemitraan yang diharapkan mampu menjaga perdamaian kawasan. 

Namun, menurut penulis, pernyataan ini mungkin belum cukup meredakan kekhawatiran. Sebab, dalam perjanjian internasional, bahasa dan pemilihan istilah memiliki implikasi hukum yang mendalam. Pengakuan tumpang tindih di wilayah Natuna Utara bisa menjadi titik awal pengakuan sah atas klaim China yang kontroversial. 

Dengan kata lain, penandatangan tersebut merupakan sebuah kekeliruan karena terkesan Pemerintahan Prabowo mengakui klaim kedaulatan Tiongkok dekat Laut Natuna yang masih merupakan Zona Ekonomi Eksklusif ZEE Indonesia.

Baca Juga: Hati-Hati! Kata-kata Ini Bisa Undang Hacker ke Ponselmu 

Dilema dan Jalan ke Depan

Sebagai negara yang menganut prinsip non-alignment (tidak memihak), Indonesia menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan kepentingan nasional dengan kepentingan mitra strategis seperti China. Keputusan Prabowo untuk mempererat kerja sama dengan China di Natuna membawa konsekuensi besar pada kebijakan luar negeri dan kepentingan kedaulatan. Langkah-langkah berikutnya akan menentukan apakah Indonesia mampu menjaga kedaulatannya atau justru semakin terseret dalam pengaruh China yang semakin luas di kawasan Asia-Pasifik. 

Di sisi lain, dalam kondisi geopolitik global yang semakin tidak menentu, Presiden Prabowo harus membuat keputusan yang bijaksana tanpa mengabaikan peran DPR, terutama untuk isu sensitif seperti hubungan Indonesia dan China. Sebaik apa pun dukungan politik China dalam berbagai persoalan Indonesia, Presiden Prabowo harus tetap mematuhi ketentuan UNCLOS dan hukum internasional. 

Di atas segalanya, kedaulatan negara dan kepentingan bangsa harus dijaga dengan teguh, tidak boleh goyah oleh tawaran kerja sama yang mungkin berisi agenda tersembunyi China untuk memperluas pengaruhnya di Laut China Selatan. ***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X