Megawati Soekarnoputri, Antara Retorika Wong Cilik dan Realita Politik Elite

photo author
- Rabu, 18 September 2024 | 11:42 WIB
Ilustrasi. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri dianggap sebagai simbol perlawanan wong cilik, sementara sebagian elite partainya larut dalam hedonisme dan terjerat kasus korupsi saat menjabat posisi penting di pemerintahan.
Ilustrasi. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri dianggap sebagai simbol perlawanan wong cilik, sementara sebagian elite partainya larut dalam hedonisme dan terjerat kasus korupsi saat menjabat posisi penting di pemerintahan.

 

HUKAMANEWS - PDI Perjuangan (PDIP), partai politik yang pernah menjadi simbol perjuangan rakyat kecil, tampaknya semakin tersesat di panggung politik nasional. Di tengah persiapan Pilkada serentak 2024, narasi-narasi yang dilontarkan oleh PDIP justru berbalik menghantam partai berlambang banteng ini. Dulu dikenal sebagai ikon perlawanan terhadap ketidakadilan, kini PDIP semakin terisolasi, terutama karena sikap para elitnya yang dianggap arogan dan jauh dari kenyataan. 

Salah satu penyebab keterpurukan ini adalah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, tokoh yang mengklaim dirinya sebagai pembela wong cilik. Namun, di balik retorika tentang rakyat kecil, partai yang dipimpinnya justru semakin jauh dari kepentingan rakyat yang mereka wakili. 

Dalam analisis politik Dr. Pieter C. Zulkifli, SH., MH., dengan judul Megawati Soekarnoputri: antara Retorika Wong Cilik dan Realita Politik Elite, ia menyoroti bagaimana sikap arogan Megawati dan para elit PDIP menjadi penghalang utama terbentuknya koalisi yang solid. Berikut ini catatan lengkapnya.

 *** 

DALAM beberapa dekade terakhir, PDI Perjuangan (PDIP) kerap menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan pengusung aspirasi rakyat kecil, yang sering disebut "wong cilik." Namun, dalam menghadapi Pilkada serentak 2024, narasi ini tampak semakin kehilangan arah. Di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, partai berlambang banteng ini terjebak dalam dilema politik elite yang jauh dari retorika perjuangannya. Alih-alih menjadi partai yang dekat dengan rakyat, PDIP semakin terisolasi di kancah politik nasional, di mana para elitnya dianggap arogan dan terputus dari realita rakyat yang mereka klaim wakili. 

Baca Juga: Pengertian Nebeng yang Dimaksud Netizen Seperti Ini Loh, Bukan Nebengnya Kata Kaesang Atau KPK, Jauh Banget!

Megawati, yang mewarisi nama besar ayahnya, Soekarno, secara konsisten menampilkan diri sebagai pembela wong cilik. Namun, di balik retorika ini, partai yang ia pimpin semakin jauh dari rakyat. Janji-janji manis tentang pengentasan kemiskinan seolah menjadi jargon kosong, dengan slogan "suara rakyat adalah suara Tuhan" yang kini terasa hampa. Pada kenyataannya, banyak kader PDIP yang justru terjebak dalam skandal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), meninggalkan rakyat kecil dalam kemiskinan yang berkepanjangan.

Di sisi lain, retorika Megawati tentang pengentasan kemiskinan tidak selalu mencerminkan kenyataan. Sebuah fakta bahwa cukup banyak kader-kader PDIP di pelosok Tanah Air yang hidup dalam kondisi memprihatinkan. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, kehidupan kader-kader yang selama ini menjadi lumbung suara PDIP saja bahkan tak diperhatikan, bahkan jauh dari hidup yang layak. Harusnya Megawati bisa mendesak elite PDIP agar serius memberdayakan dan meningkatkan kehidupan mereka. 

Menjadi ironis, ketika rakyat terpuruk dalam kondisi ekonomi yang sulit, para elit partai justru berprilaku korup saat diberi amanah jabatan. Salah satu contoh mencolok adalah kasus korupsi bansos yang melibatkan Menteri Sosial dari PDIP, Juliari Batubara, yang terbukti menyelewengkan dana untuk rakyat di tengah pandemi COVID-19. Kejadian ini semakin mencerminkan jauhnya PDIP dari aspirasi wong cilik yang selama ini mereka gembar-gemborkan.

Baca Juga: Kenalan Sama Nala Crazy Rich Kucing, Si Anabul Terkaya di Dunia dengan Kekayaan Rp1,5 Triliun 

Ketegangan internal di PDIP juga semakin memanas, terutama dalam konteks Pilpres 2024. Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang pernah dianggap sebagai "petugas partai" oleh Megawati, kini justru menjadi sasaran kritik dari kubu PDIP. Tak hanya Jokowi seorang diri, tapi juga keluarganya menjadi sasaran caci-maki dan fitnah keji karena tak lagi sejalan dengan kehendak partai banteng moncong putih. 

Prestasi Jokowi dalam membangun infrastruktur dan program-program pro-rakyat seperti Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar tidak lagi mendapat pengakuan dari partai yang dulu mengusungnya. Perpecahan ini semakin memperlihatkan krisis identitas yang melanda PDIP, terutama di bawah bayang-bayang politik elite yang kian menjerat.

Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Pilkada Serentak dan Elite Rakus 

Kesenjangan antara elite dan rakyat semakin diperparah oleh praktik korupsi yang merajalela. Para elite politik sering kali secara sistemik melanggar prinsip-prinsip dasar konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan kesejahteraan rakyat. Alih-alih menjalankan mandat untuk mengurangi kemiskinan, mereka justru mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini terlihat jelas dalam penyelewengan anggaran daerah, yang meski meningkat setiap tahun, tidak diikuti oleh perbaikan kesejahteraan di tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X