Kemudian, ketika aktif di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), saya menyaksikan langsung bagaimana petani dan warga miskin kota digusur karena lahannya diklaim milik perusahaan atau proyek pembangunan. Mereka yang menolak digusur dicap menghambat pembangunan, bahkan dilabeli sebagai simpatisan PKI. Stigma itu menghancurkan masa depan mereka tidak bisa menjadi PNS, sulit bekerja di instansi pemerintah, dan terpinggirkan dari masyarakat.
Saya tidak akan menyajikan argumen akademis atau data lembaga internasional untuk menilai kepemimpinan Soeharto dan Orde Baru. Pengalaman pribadi saya sebagai remaja, mahasiswa, dan aktivis sudah cukup menjadi dasar penolakan. Sebagai warga negara, saya tidak pernah setuju jika Soeharto dianugerahi gelar pahlawan. Bagi saya, gelar pahlawan seharusnya diberikan kepada mereka yang benar-benar berjasa menciptakan perubahan dan kemaslahatan bagi rakyat, tanpa pamrih.
Saya menghormati pandangan mereka yang mendukung pemberian gelar tersebut. Harapan saya, pihak yang berbeda pandangan pun dapat bersikap serupa saling menghormati secara bijak. Saya tidak berada pada posisi untuk menentukan keputusan itu, tetapi sebagai warga negara, saya berhak menyampaikan pendapat sebagai wujud kemerdekaan berpikir dan berpendapat.
Baca Juga: Tauhid Lingkungan: Menyemai Gerakan Kultural untuk Merawat Semesta
Sebagai warga negara, saya merasa merdeka untuk menyatakan pandangan yang berbeda dengan dua Menteri, Syaifullah Yusuf dan Fadli Zon. Tidak ada keharusan bagi setiap warga untuk harus selalu sejalan dan seirama dengan pemerintah, seperti pada masa Orde Baru saat Soeharto berkuasa. Setiap warga negara berhak memiliki argumen berbeda dalam menilai sosok Soeharto. Sikap saya jelas, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap siapa pun yang berbeda pandangan.
Bagi saya, kedewasaan dalam berbangsa tidak harus diukur dari seberapa keras kita mempertahankan pendapat, melainkan dari seberapa tulus kita menghormati pandangan orang lain. Perbedaan adalah keniscayaan dalam kehidupan demokrasi. Yang terpenting, kita tetap berpegang pada akal sehat dan menjaga sikap santun.***