Jika penundaan dilakukan terlalu lama tanpa solusi konkret, ketidakpastian status kepegawaian berpotensi memicu konflik sosial, terlebih di sektor pendidikan dan kesehatan.
Dua sektor ini paling banyak dihuni pegawai honorer dengan beban kerja penuh namun pendapatan rendah dan tanpa jaminan masa depan.
Di sisi lain, percepatan tanpa kajian juga berisiko memunculkan aturan tambal sulam yang gagal menyelesaikan akar persoalan.
Para pengamat menilai, penyelesaian honorer tidak bisa hanya administratif, tetapi juga menyentuh:
- Standarisasi kebutuhan SDM daerah
- Audit beban kinerja
- Evaluasi efektivitas PPPK
- Disiplin fiskal untuk APBD dan APBN
Perubahan UU ASN Harus Menjadi Reformasi, Bukan Sekadar Administrasi
Penundaan pembahasan revisi UU ASN menandakan kesadaran legislatif bahwa persoalan honorer dan PPPK bukan lagi isu teknis, tetapi persoalan reformasi tata kelola SDM negara.
Jika meritokrasi ingin berdiri kokoh, semua keputusan harus berbasis data, bukan tekanan politis atau populisme.
Pada akhirnya, jutaan honorer dan PPPK menunggu kepastian yang adil, transparan, dan tidak berubah seperti “bola panas” di setiap pergantian kekuasaan.
Bagi masyarakat yang mengikuti perkembangan ini, revisi UU ASN akan menjadi salah satu regulasi paling menentukan arah reformasi birokrasi Indonesia dalam satu dekade ke depan.***