HUKAMANEWS - Keputusan DPR menunda pembahasan revisi UU ASN menjadi sorotan publik, terutama bagi jutaan pegawai honorer dan PPPK yang menanti kepastian status kepegawaian mereka.
Penundaan revisi UU ASN dinilai DPR perlu dilakukan agar keputusan yang diambil tidak terburu-buru dan tetap mengedepankan sistem meritokrasi.
Isu revisi UU ASN ini menyangkut masa depan honorer, PPPK, dan arah reformasi birokrasi di Indonesia yang semakin kompleks dan penuh dinamika.
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pembahasan revisi UU ASN tidak akan dilakukan secara cepat, mengingat dampaknya sangat besar terhadap struktur kepegawaian nasional dan beban fiskal negara.
Fokus Pengkajian: Honorer, PPPK, dan Masa Depan Meritokrasi
DPR bersama pemerintah tengah mendalami sejumlah isu krusial dalam revisi UU ASN, terutama terkait status pegawai honorer dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Dalam sistem meritokrasi, perekrutan ASN seharusnya berbasis pada kompetensi, bukan kedekatan politik ataupun kebutuhan sesaat pemerintah daerah.
Penataan ulang status pegawai honorer menjadi prioritas agar tidak kembali menciptakan masalah jangka panjang di bidang kepegawaian.
Rifqinizamy menjelaskan bahwa DPR telah meminta Badan Keahlian DPR menyelesaikan naskah akademik sekaligus rancangan undang-undang yang lebih komprehensif.
Sementara itu, Kemenpan RB juga tengah melakukan kajian mendalam menyangkut mekanisme pengangkatan, pembatasan, dan evaluasi pegawai honorer serta PPPK.
Stop Rekrut Honorer Baru: Janji Solusi Tanpa Menambah Masalah Baru
Selama revisi UU ASN masih dalam proses, DPR menegaskan pemerintah daerah dilarang merekrut pegawai honorer baru.
Larangan ini bertujuan menghentikan siklus “pengangkatan tanpa penyelesaian”, yang berulang dari masa ke masa.