nasional

Kasasi Ditolak MA, Zarof Ricar Resmi Masuk Lapas Salemba Dieksekusi Pekan Depan, 18 Tahun Penjara Tak Bisa Dihindari!

Jumat, 5 Desember 2025 | 18:41 WIB
Foto Zarof Ricar berjalan keluar ruang sidang kasus suap dan gratifikasi. (Ulasbandung.com / Antara)

Meski hukuman badan meningkat dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara, majelis hakim tidak mengubah pidana denda yang tetap berada di angka Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Lebih jauh, aset senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram milik Zarof resmi dirampas untuk negara, menjadikan kasus ini salah satu penyitaan aset korupsi terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Mafia Perkara dan Krisis Kepercayaan Publik

Kasus Zarof tak berdiri sendiri.

Ia menyeret nama hakim, penasihat hukum, hingga keluarga pelaku perkara lain yang seharusnya tidak berkaitan.

Tuduhan pemufakatan jahat bermula dari upaya menyuap Hakim Agung Soesilo sebesar Rp5 miliar untuk mempengaruhi proses kasasi kasus pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.

Baca Juga: PLTN Pertama Indonesia Siap Beroperasi 2032, Antara Harapan Energi Bersih dan Tantangan Keamanan Nuklir

Kasus ini di mata publik menjadi muara kekecewaan terhadap integritas lembaga peradilan.
Di media sosial, respons publik terbelah: sebagian lega karena hukuman diperberat, sebagian lagi meragukan eksekusi aset benar-benar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Fenomena mafia peradilan bukan hal baru.
Lembaga antikorupsi, akademisi hukum, dan masyarakat sipil telah berulang kali menyoroti celah gratifikasi dalam pengaturan perkara, dari tingkat daerah hingga pusat.

Eksekusi Zarof mungkin menjadi akhiran bagi satu nama, tetapi pertanyaannya: apakah ini juga menjadi akhiran bagi praktik transaksional di balik palu hakim?

Apakah Eksekusi Ini Akan Menjadi Titik Balik?

Bagi publik yang sudah lelah pada drama korupsi berjaringan, eksekusi ini memberi satu pesan penting: sistem masih mampu menunjukkan taring, meski perlahan.

Baca Juga: Radiasi Cs 137 Cikande Terungkap, Bos Asal China Jadi Tersangka Kasus Limbah Berbahaya di Indonesia

Namun, penegakan hukum bukan hanya soal menghukum pelaku.

Lebih jauh, transparansi proses, pengawasan internal, pelaporan harta kekayaan (LHKPN), hingga digitalisasi manajemen perkara menjadi agenda yang dinilai mendesak.

Halaman:

Tags

Terkini