RUU KUHAP menegaskan penyelarasan dengan standar hukum global, terutama soal perlindungan hak tersangka dan batas kontrol penyidikan.
Namun, koalisi masyarakat sipil menilai penerapannya belum sepenuhnya sejalan dengan prinsip HAM internasional.
2. Penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru (restoratif, rehabilitatif, restitutif)
KUHP baru berorientasi pada pemulihan, bukan semata menghukum.
KUHAP direvisi agar memberi ruang penyelesaian non-litigasi secara lebih luas, terutama melalui restorative justice.
3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antar penegak hukum
Penyidik, jaksa, hakim, dan advokat didefinisikan secara lebih jelas perannya.
Model ini dimaksudkan mencegah tumpang-tindih kewenangan yang selama ini terjadi di lapangan.
4. Perbaikan kewenangan penyidik dan penguatan koordinasi antar lembaga
Poin ini dinilai rawan karena berpotensi memperkuat aparat tanpa kontrol yang memadai.
Koalisi sipil meminta pengawasan yudisial diperkuat.
5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi
Termasuk hak atas penasihat hukum, perlindungan saat pemeriksaan, dan fair trial.
Namun beberapa pasal dinilai kontradiktif karena memberi penyidik kewenangan penahanan lebih awal.
6. Penguatan peran advokat
Advokat diwajibkan mendampingi tersangka, bahkan disiapkan skema bantuan hukum gratis oleh negara.
Ini dinilai sebagai salah satu poin progresif dalam RUU.
Baca Juga: BPOM dan Polda Metro Jaya Bongkar Gudang Obat Ilegal Senilai Rp2,7 Miliar di Jakarta Timur
7. Pengaturan mekanisme restorative justice dalam hukum acara
Restorative justice diatur lebih detail, termasuk syarat dan tahapannya.
Pasal 74a dipersoalkan karena membuka peluang “damai paksa” bahkan sebelum ada kepastian tindak pidana.